Tuesday, June 8, 2010

EKBANG

MATERI PENGAYAAN EKONOMI PEMBANGUNAN
Neti Budiwati

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA


Masalah pertumbuhan ekonomi dipandang sebagai masalah makroekonomi jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Dengan perkataan lain, pertumbuhan ekonomi lebih mengacu pada perubahan yang bersifat kuantitatif (quantitative change) dan biasanya diukur dengan menggunakan data Produk Domestik Bruto (PDB) atau GDP, atau pendapatan atau output per kapita. PDB ini yang mengukur pendapatan dari faktor-faktor produksi di dalam batas teritori negara tanpa mempersoalkan siapa yang menerima pendapatan tersebut.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh indikator-indikator lainnya (kuantitas & kualitas tenaga kerja, kekayaan alam, barang modal, dan lain-lain) yang dipengaruhi pula oleh faktor-faktor produksi. Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat pertambahan faktor-faktor produksi pada umumnya tidak selalu diikuti oleh pertambahan produksi barang dan jasa yang sama besarnya. Pertambahan potensi berproduksi kerap kali lebih besar dari pertambahan produksi yang sebenarnya.
Perekonomian akan mengalami pertumbuhan apabila jumlah total output produksi barang dan penyediaan jasa tahun tertentu lebih besar daripada tahun sebelumnya, atau jumlah total alokasi output tahun tertentu lebih besar daripada tahun sebelumnya.
Adapun hasil pertumbuhan ekonomi suatu negara nantinya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan segenap lapisan masyarakat. Akan tetapi, fakta di lapangan, khususnya di negara-negara berkembang banyak sekali faktor yang mendistorsi kualitas pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Berdasarkan angka pertumbuhan ekonomi ini, pemerintah menetapkan besaran penerimaan pemerintah dari sektor pajak serta besaran pengeluaran pemerintah, di samping penetapan target penyerapan tenaga kerja.
Tetapi, beberapa negara mengalamai pencapaian angka pertumbuhan ekonomi yang mengesankan namun bersifat semu karena tidak meratanya penyebaran hasil pembangunan dan telah mengabaikan berbagai faktor penting, seperti yang pernah dialami oleh Indonesia, dimana pertumbuhan ekonomi tidak diikuti oleh meratanya hasil pembangunan melainkan masih adanya beberapa daerah yang belum tersentuh oleh pembangunan.

Penyebab Angka Pertumbuhan Ekonomi Rendah
Pertumbuhan ekonomi mulai menurun sejak triwulan I 2005. Pada saat itu, ekonomi tumbuh 6,35 persen, kemudian menurun menjadi 6,19 persen pada trwulan selanjutnya, dan anjlok menjadi 4,59 persen di triwulan I 2006
Berdasarkan data dan informasi yang terkumpul, dapat kita simpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya pertumbuhan ekonomi nasional, yaitu:
1. Kenaikan harga BBM
Fenomena ini mengakibatkan daya beli dalam negeri turun sehingga nilai impor pun turun. Walaupun indikator pendapatan per kapita penduduk Indonesia menunjukkan perbaikan; dari 1.200 dolar AS per kapita pada zaman Orde Baru menjadi 1.500 dolar AS saat ini tetapi dengan pendapatan per kapita sebesar itu, masih terjadi tingkat pengangguran yang mencapai 10,45 persen yang justru disebut-sebut tertinggi sejak Orde Baru.
2. Pembiayaan bank macet.
Pembiayaan yang bermasalah, yakni seretnya kredit bank disebabkan oleh masih tingginya tingkat suku bunga. Tak ada yang menyangkal kalau tekanan terhadap inflasi juga masih cukup tinggi. Dengan situasi dan kondisi seperti itu, rasanya kita tak cuma belum keluar dari krisis ekonomi, tapi juga bukan mustahil malah menghadapi krisis pertumbuhan ekonomi.
Target pertumbuhan ekonomi hanya bisa dicapai kalau pertumbuhan kredit tahun 2006 mencapai 18 persen. Namun, pada kenyataannya, pertumbuhan dalam semester I 2006 hanya 2,4 persen atau Rp 17,4 triliun.
Pertumbuhan kredit yang sangat rendah itu pun masih ditopang kredit penerusan (channeling) sebesar Rp 7,95 triliun. Penerusan kredit yang pencatatannya di luar neraca ini berisiko rendah bagi bank karena dananya umumnya berasal dari pemerintah atau lembaga luar negeri. Itu berarti, bank tidak berani menyalurkan kredit dengan menggunakan dana masyarakat yang dihimpunnya. Tingginya risiko sektor riil dan rendahnya kemampuan bank mencari debitor berpotensi menjadi sejumlah faktor penyebab.
Berdasarkan perhitungan BI, untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 5,4 persen diperlukan dana Rp 708 triliun. Dana tersebut antara lain berasal dari kredit, APBN, dan investasi asing. Kredit bank ditargetkan menyumbang sekitar Rp 150 triliun atau 21 persen dari total kebutuhan. Tetapi dengan pertumbuhan kredit selama semester I yang baru mencapai Rp 17,4 triliun target ini sulit untuk dicapai.
Namun, indikator utama perkembangan perbankan pada kuartal kedua secara umum menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Berdasarkan data BI pada Mei 2006, dana pihak ketiga naik Rp 37,4 triliun dan aset perbankan naik Rp 48 triliun. Kemudian, risiko kredit secara umum juga memperlihatkan perkembangan menggembirakan dengan menurunnya rasio kredit bermasalah (NPL) net menjadi 5,1 persen dari 5,6 persen pada April 2006. Secara gross, NPL turun menjadi 8,8 persen dari 9,4 persen pada April 2006. Semoga ini menjadi pertanda bahwa perekonomian mulai membaik.
3. Ketidakmampuan pemerintah daerah menstimulus pertumbuhan sektor riil.
Sementara itu, anggaran belanja barang pemerintah yang diharapkan menjadi satu-satunya penolong bagi sektor riil untuk mendorong pertumbuhan menunjukkan perkembangan yang tidak memuaskan. Realisasi belanja barang pemerintah pusat pada semester I 2006 hanya mencapai 24,1 persen, masih di bawah realiasi belanja barang periode yang sama tahun 2004 sebesar 29,1 persen.
Secara politik, pemerintah sudah membuktikan bahwa stabilisasi mampu mendukung pertumbuhan ekonomi, sedangkan di sisi masyarakat madani, orang mulai berani mengkritik pemerintah dengan berbagai cara. Sementara di sisi ekonomi pasar, perekonomian masih belum memanfaatkan pasar modal yang sudah berusia 29 tahun. Pasar modal seharusnya mampu mendorong sektor riil.
Selain masalah dari sisi pembiayaan, yakni seretnya kredit, soal lain yang menghambat pertumbuhan ekonomi adalah ketidakmampuan pemerintah daerah memanfaatkan dana yang tersedia untuk menstimulus pertumbuhan ekonomi. Surplus dana yang berasal dari dana alokasi umum dan pendapatan asli daerah nyatanya tak termanfaatkan secara optimal. Surplus dana yang dimiliki pemda justru ditaruh di bank dan selanjutnya oleh bank ditempatkan pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
Situasi itu terjadi antara lain karena tak adanya kepastian hukum dalam pembangunan proyek, perencanaan yang kurang matang, dan kemauan daerah yang rendah secara politik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Hampir sepertiga dari APBN dikirim ke daerah lewat perimbangan keuangan pusat dan daerah. Tetapi sampai sekarang tidak ada (sistem insentif dan penalti tersebut).
4. Bencana alam.
Beban pemerintah untuk membiayai pertumbuhan ekonomi makin berat seiring datangnya berbagai bencana alam. Dana yang diperlukan untuk merehabilitasi fisik kawasan yang hancur dan psikologis masyarakat yang anjlok tentu tidak sedikit. Selain itu, bencana alam juga mengakibatkan bertambahnya bertambahnya angka kemiskinan dan pengnagguran.

Petumbuhan Ekonomi dan Angka Pengangguran
Tidak tercapainya target pertumbuhan ekonomi berdampak logis terhadap meningkatnya angka pengangguran. Saat ini pengangguran total atau terbuka mencapai 10,9 juta, sedangkan setengah menganggur sekitar 40,1 juta atau 37 persen dari total angkatan kerja sebesar 106,9 juta. Pertumbuhan ekonomi yang rendah juga menghilangkan momentum untuk memulihkan diri lebih cepat dari kemerosotan sehabis krisis.
Selama 2004-2009 pemerintah merencanakan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,6 persen per tahun. Tingkat pengangguran diharapkan turun menjadi 5,7 juta orang (2009). Pemerintah berasumsi setiap 1,0 persen pertumbuhan ekonomi akan menambah lapangan kerja untuk sekitar 459.000 orang. Asumsi ini dibuat berdasarkan pengalaman selama Orde Baru yang menunjukkan bahwa untuk setiap 1,0 persen pertumbuhan ekonomi biasanya menciptakan 500.000 lapangan kerja.
Apabila pertumbuhan ekonomi tidak mencapai rata-rata 6,6 persen, maka asumsi tingkat pengangguran pasti tidak tercapai. Selama lima kuartal terakhir tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata hanya 5,4 persen atau jauh di bawah target 6,6 persen. Seandainya target 6,6 persen tercapai, pengalaman 2000-2005 menunjukkan setiap 1,0 persen pertumbuhan ekonomi hanya menambah lapangan kerja untuk sekitar 213.000 orang tenaga kerja. Berarti, dengan pertumbuhan ekonomi 6,6 persen hanya akan menambah lapangan kerja sekitar 1,4 juta per tahun.
Lazimnya, 1% pertumbuhan ekonomi akan menciptakan lapangan kerja untuk 400 ribu orang. Dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2005 yang dipatok 5,4%, berarti hanya akan ada lowongan kerja buat 2,16 juta orang. Padahal, jumlah penganggur di Indonesia, menurut Biro Pusat Statistik, sekitar 10 juta orang. Angka ini belum termasuk pencari kerja baru yang muncul di tahun 2005

PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA

• Pembangunan merupakan proses yg harus ditempuh setiap Negara untuk meningkatkan taraf hidup WN nya.
• Diperlukan usaha-usaha pembangunan yg diarahkan pada perbaikan tingkat hidup masyarakat agar dapat hidup sejahtera, menaikkan derajat harga diri dan kebebasan.
• Pembangunan bersifat ekonomi, social, politik dan kebudayaan.
• Dengan demikian: Pemb. Eko. Suatu proses yg menyebabkan pendapatan per kapita masyarakat me ningkat dalam jangka panjang.

INDONESIA SEBAGAI NEGARA BERKEMBANG SEBAGAIMANA NEGARA BERKEMBANG LAINNYA, DIHADAPKAN PADA PERSOALAN YANG DISEBUT VICIOUS CIRVLE ATAU LINGKARAN YANG BERUJUNG PANGKAL


Sadono Soekirno:
Pembang Nasional selain untuk memaksimumkan tk Pendapatan nasional dan Pendapatan per kapita, juga dimaksudkan untuk:
1. Menciptakan pembangunan yg seimbang di berbagai daerah
2. Menciptakan lapangan kerja semaksimum mungkin
3. Melindungi perusahaan-perusahaan nasional.
Keberhasilan Pembangunan nasional ditentukan oleh Faktor:
1) SUMBER DAYA ALAM (SDA)
2) SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)
3) MODAL
4) TEKNOLOGI

BAGAIMANA PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA

SEJARAH PERJALANAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL:
1) Era Pasca Kemerdekaan (1945-1965)
*Pemerintah berhasil menyusun rencana pembangunan nasional
* Suasana yg penuh ketegangan dan pertikaian menyebabkan rencana-rencana pembangunan tidak terlaksana

2) Era Orde Baru (1969 – 1997)
* Tersusun rencana pembangunan secara sistematis dalam
Bentuk PELITA yg merupakan penjabaran dari GBHN.
• PELITA:
a) Meletakan dasar bagi pembangunan berkelanjutan dan berhasil meningkatkan KESRA
b) Sangat berorientasi pada output dan hasil akhir
c) Proses dan kualitas institusi diabaikan, sehingga rentan thd penyalahgunaan dan ketidakprofesionalan
Hasil pembangunan timpang dan mengancam pemb itu sendiri.







3) Era Reformasi (1997 – sekarang)
* Diawali Krismon yg berlanjut pada Krisis Multidimensi
* Ada perubahan substansial:
a) MPR tidak lagi menetapkan GBHN
b) Presiden dan Wapres dipilih langsung oleh rakyat
c) Desentralisasi dan penguatan OTDA
Yang terjadi:
• Tak ada GBHN berarti tak ada lagi rencana pembangunan jangka panjang
• Pemilihan langsung ada keleluasaan menyusun visi, misi dan program pemb. tiap periode, menyebabkan ketidakseimbangan pembangunan
• Desentralisasi dan OTDA: tidak sinerginya pemb antar daerah dan antara daerah dengan pemb nasional

OLEH KARENA ITU:
LAHIR UU NO. 25/2004 TENTANG:
SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (Jangka panjang = 20 Th; jangka menengah = 5 Th; dan Tahunan)

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG (RPJP) NASIONAL: 2005 – 2025 (UU No. 17 Tahun 2007):
• Memberi arah sekaligus acuan bagi seluruh komponen bangsa untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan pemb nas,
• Upaya yg dilakukan pelaku pemb bersifat sinergis, koordinatif dan saling melengkapi satu sama lain dalam satu pola sikap dan pola tindak.

VISI PJP NAS 2005-2025:
“INDONESIA YG MANDIRI, MAJU, ADIL
DAN MAKMUR”

MISI PEMBANGUNAN NASIONAL:
1. Mewujudkan masy berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila
2. Mewujudkan bangsa yg berdaya saing
3. Mewujudkan masy yg demokratis berlandaskan hukum
4. Mewujudkan Indonesia aman, damai dan bersatu
5. Mewujudkan pemerataan pemb dan berkeadilan
6. Mewujudkan Indonesia asri dan lestari
7. Mewujudkan Indonesia menjadi Negara kepulauan yg mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional
8. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional


RJPM 2005-2009:

Diarahkan untuk menata kembali dan membangun Indonesia di segala bidang yg ditujukan untuk menciptakan Indonesia yg aman dan damai, yg adil dan demokratis, dan yg tingkat kesejahteraan rakyatnya meningkat.

• Indonesia yg aman dan damai
Ditandai dgn meningkatnya rasa aman dan damai serta terjaganya NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika

• Indonesia yg adil dan demokratis
Ditandai dgn mneingkatnya keadilan dan penegakan hukum; terciptanya landasan hukum untuk memperkuat kelembagaan deomkrasi, meningkatnya kesetaraan gender di berbagai bidang pembangunan; terciptanya landasan bagi upaya penegakan supremasi hukum dan pengakan HAM berdasarkan Pancasila dan UUD 1945; dan tertatanya system hukum nasional.

• Meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia
Ditandai dgn menurunnya angka pengangguran dan jumlah penduduk miskin sejalan dgn pertumbuhan ekonomi yg berkualitas; berkurangnya kesenjangan naatarwilayah, termasuk meningkatnya pengelolaan pulau-pulau kecil terdepan; meningkatnya kualitas SDM, termasuk SDM di bdg kelautan yg didukung oleh pembangunan Iptek; dan membaiknya pengelolaan SDA dan mutu lingkungan hidup.

Srategi dan Pola Pembangunan Indonesia
• Pembangunan negara adalah suatu kegiatan yang berkesinambungan dengan melalui tahapan-tahapan tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. oleh karena itu perlu ada strategi politik pembangunan.
• Strategi adalah pemikiran dan perencanaan yang terfokus kepada tujuan akhir yang kemudian diwujudkan secara nyata, merupakan strategi yang digunakan untuk mewujudkan cita-cita politik.
• Pembangunan suatu negara adalah suatu strategi politik karena akan mewujudkan cita-cita politik nasional. Keberhasilan suatu strategi politik terletak kepada pemusatan terhadap tujuan akhir, terencana dengan baik dan pengimplementasian strategi tersebut secara konsekuen.
• Pola adalah bagan yang dipakai sebagai model sebuah pembangunan yang di dalamnya berisi kerangka, prinsip, sistem, cara kerja, tujuan dan sasaran.
• Sedangkan Rencana berisi niat, maksud mengenai sesuatu kerangka yang akan dikerjakan untuk melaksanakan suatu pembangunan berdasarkan atas Pola yang telah ditetapkan.
• Karena itu Pola dan Rencana Pembangunan Negara adalah tekad untuk melaksanakan pembangunan dengan menggunakan Pola yang berisi kerangka, prinsip, landasan, sistem, tujuan, sasaran, cara dan kurun waktu tertentu, di mana pembangunan negara itu akan dilaksanakan.


Visi, Misi dan Strategi Pembangunan Indonesia 2005 – 2009

Visi
1. Terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara yang aman, bersatu, rukun dan damai;
2. Terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara yang menjunjung tinggi hukum, kesetaraan dan hak azasi manusia; serta
3. Terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan kehidupan yang layak serta memberikan fondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan.

Misi
1. Mewujudkan Indonesia yang aman dan damai;
2. Mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis; serta
3. Mewujudkan Indonesia yang sejahtera.

Strategi pokok yang ditempuh.
1. Strategi Penataan Kembali Indonesia yang diarahkan untuk menyelamatkan system ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan semangat, jiwa, nilai, dan consensus dasar yang melandasi berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi Pancasila; Undang-Undang Dasar 1945 (terutama Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945); tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan tetap berkembangnya pluralisme dan keberagaman dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika;

2. Strategi Pembangunan Indonesia yang diarahkan untuk membangun Indonesia disegala bidang yang merupakan perwujudan dari amanat yang tertera jelas dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 terutama dalam pemenuhan hak dasar rakyat dan penciptaan landasan pembangunan yang kokoh.

SOAL
1. Uraikan masalah Viciors Circle khususnya untuk kasus di Indonesia!
2. Menurut Anda manakah yang seharusnya digunakan di Indonesia, pembangunan yang bersifat sentralisasi ataukah desentralisasi (dengan parangkat OTDA) ? Uraikan jawaban Anda seluas-luasnya!
3. Dari beberapa teori pertumbuhan dan model pembangunan yang Anda kenal, teori pertumbuhan dan model pembangunan manakah yang tepat untuk diterapkan di Indonesia? Jelaskan !
4. Setujukah Anda apabila struktur perekonomian negara kita sebagai “leading Sector” nya adalah sektor industri? Mengapa, jelaskan !

perbankan

FUNGSI, PERANAN DAN JENIS LEMBAGA PERBANKAN
A. Fungsi Bank
Secara umum, fungsi utama Bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary. Secara lebih specifik fungsi Bank dapat sebagai agen of trust, agent of development, dan agent of services.
1. Agent of Trust.
Dasar utama kegiatan perbankan adalah trust atau kepercayaan, baik dalam hal penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan mau menitipkan dananya di Bank apabila dilandasi oleh unsur kepercayaan. Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh Bank, uangnya akan dikelola dengan baik, Bank tidak akan bangkrut, dan juga percaya bahwa pada saat yang telah dijanjikan masyarakat dapat menarik lagi simpanan dananya di Bank. Pihak Bank sendiri akan mau menempatkan atau menyalurkan dananya pada debitur atau masyarakat apabila dilandasi unsur kepercayaan. Pihak Bank percaya bahwa debitur tidak akan menyalahgunakan pinjamannya, debitur akan mengelola dana pinjaman dengan baik, debitur akan mempunyai kemampuan untuk membayar pada saat jatuh tempo, dan juga Bank percaya bahwa debitur mempunyai niat baik untuk mengembalikan pinjaman beserta kewajiban lainnya pada saat jatuh tempo.
2. Agent of development.
Sektor dalam perekonomian masyarakat yitu sektor moneter dan sektor riil, tidak dapat dipisahkan. Kedua sektor tersebut berinteraksi saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Sektor riil tidak akan dapat berkinerja dengan baik apabila sektor moneter tidak bekerja dengan baik. Tugas Bank sebagai penghimpun dan penyaluran dana sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan Bank tersebut memungkinkan masyarakt melakukan investasi, distribusi, dan juga konsumsi barang dan jasa, mengingat semua kegiatan investasi-distribusi-konsumsi selalu berkaitan dengan penggunan uang. Kelancaran kegiatan investasi-distribusi-konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian masyarakat.
3. Agent of Services.
Di samping melakukan pengimpunan dana dan penyaluran dana, Bank juga memberikan penawaran jasa-jasa perbankan yang lain kepada masyarakat, jasa-jasa yang ditawarkn Bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum. Jasa-jasa Bank ini antara lain dapat berupa jasa pengiriman uang, jasa penitipan barang berharga, jasa pemberin jaminan Bank, dan jasa penyelesaian tagihan.
Ketiga fungsi Bank di atas diharapkan dapat memberikan gambaran yang menyeluruh dan lengkap mengenai fungsi Bank dalam perekonomian, sehingga Bank tidak hanya dapat diartikan sebagai lembaga parantara keuangan atau financial intermediary institution.
B. Peranan Bank.
Bank mempunyai peran yang sangat penting dalam sistem keuangan, peranan tersebut adalah:
1. Pengalihan aset (aset transmutation)
Bank memberikan pinjaman kepada pihak yang membutuhkan dana dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati. Sumber dana pinjaman tersebut diperoleh dari pemilik dana yaitu unit surplus yang jangka waktunya dapat diatur sesuai keinginan pemilik dana. Dalam hal ini Bank telah berperan sebagai pengalih aset dari unit surplus (lenders) kepada unit defisit (borrowers). Dalam kasus yang lain, pengalihan aset dapat pula terjadi jika Bank menerbitkan sekuritas sekunder (biro, deposito, promes,commercial paper dan sebagainya) yang diterbitkan oleh unit defisit.


2. Transaksi ( transaction)
Bank memberikan berbagai kemudaan kepada pelaku ekonomi untuk melakukan transaksi barang dan jasa. Produk-produk yang dikeluarkan oleh Bank merupakan pengganti dari uang dan dapat digunakan sebagai alat pembayaran.
3. Likuiditas (Liquidity)
Unit surplus dapat menempatkan dana yang dimilikinya dalam bentuk produk-produk, yang masing-masing mempunyai tingkat likuiditas yang berbeda-beda. Untuk kepentingan likuiditas pemilik dana, mereka dapat menempatkan dananya sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya.
4. Efisiensi (efficiency)
Bank dapat menurunkan biaya transaksi dengan jangkauan pelayanannya. Peranan Bank sebagai (brokerage) adalah mempertemukan pemilik dan pengguna modal.
C. Jenis Bank.
1. Jenis Bank Menurut Kegiatan Usaha.
Sebelum diberlakukannya Undang-Undang No.7 Tahun 1992, Bank dapat digolongkan dalam berbagai jenis kegiatan usahanya. Setelah UU tersebut berlaku, jenis Bank yang diakui secara resmi hanya tediri dari 2 jenis, yaitu Bank umum dan BPR. Dijelaskan lebih lanjut dalam Ayat 2 Pasal 5UU No.7 1992 bahwa “Bank umum dapat mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu”, sehingga meskipun jenisnya dibatasi hanya Bank umum dan BPR, Bank umum dapat saja berspesialisasi pada bidang ataupun jenis kegiatan tertentu tanpa harus menjadi suatu kelompok tertentu. Penyederhanaan jenis Bank ini diharapkan dapat memudahkan Bank dalam memilih kegiatan-kegiatan perbankan yang paling sesuai dengan karakter masing-masing Bank tanpa harus direpotkan dengan perizinan tambahan.

a. Bank Umum.
Bank umum didefinisikan oleh Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 sebagai Bank yang melaksanaan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan-kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank umum adalah:
1). menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpann berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.
2). Memberikan kredit
3). Menerbitkan surat mengakuan hutang.
4). Membeli,menjual, atau menjamin atas risiko sendiri mapn untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya.
5).Memindahkan uang baik unuk kepentingan sendiri maupun unuk kepentingan nasabah
6).Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada pihak lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel tunjuk, cek, atau sarana lainnya.
7).Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan atau antar pihak ketiga.
8).Menyediakan tempat untuk menyimpan barang atau surat berharga.
9).Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak.
10).Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.
11).Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit, dan kegiatan wali amanat.
12).Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
13).Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
14).Melakukan kegiatan penyertaan modal pada Bank atau perusahaan di bidang keuangan seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring menyelesaikan dan menyimpan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
15).Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan pinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
16).Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.
17).Membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal nasabah debitur tidak memenuhi kewajibannya pada Bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.
18).Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang dan peraturan perundangan lain yang berlaku.
Di samping kegiatan-kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh Bank umum di atas, terdapat juga kegiatan-kegiatan yang merupakan larangan bagi Bank umum sebagai berikut:
1).Melakukan penyertaan modal kecuali pada Bank atau perusahaan lain di bidang keuangan serta penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
2).Melakukan usaha perasuransian.
3).Melakukan usaha lain di luar kegiatan udaha sebagaimana diuraikan di atas
b. Bank Perkreditan Rakyat.
Bank Perkreditan Rakyat didefinisikan oleh Undang-Undang No.10 Tahun 1998, sebagai Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan-kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Perkreditan Rakyat secara lengkap adalah:
1). Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka , tabungn, dan/ atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2). Memberikan kredit.
3). Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4). Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, dan/atau tabungan pada Bank lain.
Di samping kegiatan-kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh BPR di atas, terdapat juga kegiatan-kegiatan yang merupakan larangan bagi BPR sebagai berikut:
1). Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran
2). Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing
3). Melakukan penyertaan modal
4). Melakukan usaha perasuransian
5). Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud di atas
2. Jenis Bank Menurut Bentuk Badan Usaha.
Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh ijin usaha sebagai bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat dari pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan undang-undang tersendiri. Untuk memperoleh izin usaha sebagai Bank umum atau Bank Perkreditan Rakyat, suatu lembaga keuangan wajib memenuhi persyaratan mengenai:
a. Susunan organisasi dan pemodalan
b. Permodalan
c. Kepemilikan
d. Keahlian di bidang perbankan
e. Kelayakan rencana kerja
Bentuk hukum suatu Bank umum dapat berupa:
a. Perseroan terbatas
b. Koperasi, atau
c. Perusahaan Daerah
Sedangkan bentuk hukum Bank Perkreditan Rakyat berupa:
a. Perusahaan Daerah
b. Koperasi
c. Perseroan Terbatas, atau
d. Bentuk lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
3. Jenis Bank Menurut Pendirian dan Kepemilikan
Undang-undang No. 10 tahun 1998 dan Surat Keputusan Direktur BI No.32/33/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum menetapkan ketentan-ketentuan tentang pendirian dan kepemilikan Bank seperti diuraikan dibawah ini.
a. Bank Umum
1). Pendirian
Bank umum hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha dengan izin Direksi Bank Indonesia oleh:
• Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia, atau
• Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing dan atau badan hukum asing secara kemitraan.
Modal yang disetor untuk mendirian Bank ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar Rp. 3.000.000.000.000,00 ( tiga triliun rupiah). Modal disetor bagi Bank yang berbentuk hukum koperasi adalah simpanan pokok, simpanan wajib, dan hibah sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Perkoperasian. Sedangkan modal disetor yang berasal dari warga negara asing dan/atau badan hukum asing sebagaimana dimaksud di atas setinggi-tingginya sebesar 99% ( sembilan puluh sembilan perseratus) dari modal disetor Bank. Pemberian izin kepada Bank umum dilakukan dalam dua tahap. Persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian Bank, dan kemudian izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha setelah persiapan selesai dilakukan.

2). Kepemilikan
Kepemilikan Bank oleh badan hukum Indonesia setinggi-tingginya sebesar modal sendiri bersih badan hukum yang bersangkutan. Modal sendiri bersih merupakan:
• Penjumlahan dari modal disetor, cadangan dan laba, dikurangi penyertaan dan kerugian, bagi badan hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah, atau
• Penjumlahan dari simpanan pokok, simpanan wajib, hibah , modal penyertaan, dana cadangan, dan sisa hasil usaha, dikurangi penyertaan dan kerugian, bagi badan hukum koperasi.
Sumber dana yang digunakan dalam rangka kepemilikan Bank dilarang:
• Berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari Bank dan/atau pihak lain di Indonesia
• Berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang ( Money Laundering).
Yang dapat menjadi pemilik Bank adalah pihak-pihak yang:
• Tidak termasuk dalam daftar orang tercela di bidang perbankan saesuai dengan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
• Menurut penilaian Bank Indonesia yang bersangkutan memiliki inegritas yang baik Perubahan komposisi kepemilikan yang tidak mengakibatkan penggantian dan/atau penambahan pemilik Bank, wajib dilaporkan oleh Direksi Bank kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah perubahan dilakukan.
b. Bank Perkreditan Rakyat
BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, pemerintah daerah, atau dapat dimiliki bersama di antara ketiganya.
Bank umum dan BPR yang bentuk hukumnya Perseroan Terbatas sangat dimungkinkan untuk mengalami perubahan kepemilikan. Perubahan kepemilikan ini terutama karena Bank umum dan BPR yang bentuk hukumnya Perseroan Terbatas dapat menerbitkan saham, meskipun hanya saham atas nama. Khususnya untuk Bank umum dapat menjual sahamnya melalui emisi saham di bursa efek. Saham yang harus diterbitkan berupa saham atas nama ini dimaksudkan agar Bank Indonesia tetap dapat memonitor perubahan kepemilikan Bank. Meskipun kepemilikan sangat mungkin untuk terjadi dengan jual beli saham di bursa efek, tetapi mengingat sahamnya atas nama maka perubahan tersebut dapat terus dipantau oleh Bank Indonesia untuk tujuan pengawasan dan pembinaan.
4. Jenis Bank Menurut Target Pasar.
Sebagaimana Bank memfokuskan pelayanan dan transaksinya pada jenis-jenis nasabah tertentu. Dengan pemfokusan ini diharapkan bank-bank tersebut dapat lebih dapat menguasai karakteristik nasabahnya sehingga kegiatan usahanya dapat dilaksanakan dengan lebih efisien dan menghasilkan tingkat keuntungan yang lebih tinggi. Kegiatannya dapat lebih efisien. Secara umum, jenis bank atas dasar target pasarnya dapat digolongkan menjadi:
a. Retail Bank
Bank jenis ini memfokuskan pelayanan dan transaksi kepada nasabah-nasabah retail, pengertian retail di sini adalah nasabah-nasabah individual, perusahaan, dan lembaga lain yang skalanya kecil. Meskipun pengertian dari kata “kecil” atau “retail” adalah relatif, namun biasanya apabila ditinjau jasa kredit yang diberikan nasabah debitur yang dilayani adalah yang memerlukan fasilitas kredit tidak lebih besar daripada Rp.20 milyar. Angka tersebut bukan merupakan angka yang standart atau baku, tetapi setidaknya dapat memberikan gambaran tentang kelompok nasabah yang dilayani oleh Bank jenis ini.
b. Corporate Bank
Bank jenis ini memfokuskan pelayaan dan transaksi kepada nasabah-nasabah yang berskala besar. Mengingat nasabah yang berskala besar ini biasanya berbentuk suatu korporasi, maka Bank kelompok ini disbut Corporate Bank. Meskipun namanya adalah Corporate Bank tidak berarti seluruh nasabahnya berbentuk suatu peusahaan. Pelayanan dan transaksi yang diberikan kepada suatu perusahaan sering kali membawa konsekuensi berupa pelayanan yang harus diberikan kepada juga kepada karyawan, dieksi dan komisaris dari perusahaan tersbut secara individual. Pelayanan yang diberikan scara perorangan di sini diarahkan untuk menjalin kerjasama yang lebih baik dengan nasabah-nasabah korporasi.
c. Retail – Corporate Bank.
Di samping kedua jenis Bank di atas, terdapat juga Bank yang tidak memfokuskan pada kedua pilihan jenis nasabah di atas. Bank jenis ini memberikan pelayanannya tidak hanya kepada nasabah retail tetapi juga kepada nasabah korporasi. Penyebab dari munculnya Bank jenis ini tidaklah seragam. Ada Bank yang sejak awal sudah menentukan untuk menjadi Bank yang melayani baik nasabah retail maupun korporasi. Bank jenis ini memandang bahwa potensi pasar retail dan korporsi harus dimanfaatkan kedua-duanya untuk mencapai keuntungan yang maksimal, meskipun terdapat kemungkinan penurunan efisiensi. Ada juga Bank yang semula memfokuskan pada nasabah korporsi, tetapi kemudian juga memberikan pelayanan kepada nasabah retail atau sebaliknya karena berbagai alasan. Alasan tersebut bisa karena manajemen memandang telah terjadi perubahan kondisi pasar sehingga harus mengubah strategi pemasarannya, bisa juga karena terjadi penggantian manajemen sehingga terjadi juga peubahan strategi pemasaran selain itu juga karena program pemerintah yang menghendaki agar Bank-bank tertentu harus melaksanakan suatu program pemerintah yang telah ditentukan pula.






Sumber Dana Perbankan
Yang dimaksud dengan sumber-sumber dana bank adalah usaha bank dalam menghimpun dana untuk membiayai operasinya. Hal ini sesuai dengan fungsinya bahwa bank adalah lembaga keuangan dimana kegiatan sehari-harinya adalah dalam bidang jual beli uang, tentunya sebelum menjual uang bank harus lebih dulu membeli uang. Kegiatan bank umum secara lengkap meliputi kegiatan sebagai berikut :
a. Menghimpun dana (funding)
Kegiatan ini merupakan kegiatan membeli dana dari masyarakat. Kegiatan membeli dana biasanya dilakukan dengan cara menawarkan berbagai jenis simpanan (rekening / account)
Contoh simpanan : Giro (Demand Deposit),Tabungan(Saving Deposit),Deposito (Time Deposit).
b. Menyalurkan dana (leanding)
Kegiatan ini merupakan kegiatan menjual dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat. Penyaluran dana dilakukan bank melalui pemberian pinjaman (kredit)
c. Memberikan Jasa-jasa lainnya (service)
Jasa bank merupakan kegiatan penunjang untuk mendukung kelancaran kegiatan dalam menghimpun dan menyalurkan dana. Bahkan saat ini kegiatan ini memberikan kontribusi keuntungan yang tidak sedikit. Semakin banyak jasa-jasa yang diberikan oleh suatu bank maka akan semakin baik, terlebih lagi jika didukung dengan adanya kecanggihan teknologi.
Sumber dana yang dikumpulkan oleh suatu bank mempunyai sifat
• loanable funds,
• unloanable funds, dan
• equity funds
Dimana loanable funds dimaksudkan dana tersebut dapat disalurkan lagi dalam bentuk kredit atau surat berharga (secondary reserve), sementara itu yang unloanable funds adalah dana yang hanbisa digunakan sebagai primary reserve. Sedangkan Equity Funds merupakan dana yang dapat dialokasikan
terhadap aktiva tetap. Bicara tentang sumber dana, terdapat tiga sumber dana bagi bank, yaitu :
1. Dana yang bersumber dari bank itu sendiri (dana Intern)
Sumber dana ini merupakan sumber dan dari modal sendiri, atau modal setoran dari
para pemegang sahamnya.
Secara garis besar pencarian dana sendiri diperoleh dari :
- setoran modal pemegang saham
- cadangan bank (laba tahun lalu)
- laba bank yang belum dibagikan (modal sementara)

2. Dana yang berasal dari masyarakat luas (dana ekstern)
Sumber dana ini merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan operasional bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai operasi dari sumber ini. Sumber dana ini cukup mudah diperoleh dengan memberikan bunga dan fasilitas menarik lainnya.
Contoh sumber dana ini :
- Giro
- Tabungan
- Deposito

3. Dana yang bersumber dari lembaga lainnya.
Dana ini merupakan dana tambahan jika bank mengalami kesulitan dalam pencarian
sumber dana pertama dan kedua. Biasanya dana ini relatif lebih mahal dan siftnya
hanya sementara waktu. Peroleh dana ini antara lain :
- Kredit Likuiditas Bank Indonesia, merup. Kredsit dari BI bagi bank yang
- mengalamu kesulitan likuiditas.
- Pinjaman Antar Bank (call money), biasanya dilakukan bank jika mengalami kalah kliring. Pinjaman ini bersifat jangka pendek dengan bunga yang relatif tinggi.
- Pinjaman dari bank-bank luar negeri
- Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), dalam hal ini bank yang menerbitkan SBPU yang kemudian diperjualbelikan pad apihak yang berminat. Pada bagian ini akan ditekankan kepada sumber dana masyarakat.






SIMPANAN GIRO (DEMAND DEPOSIT)
Menurut UU Perbankan No. 10 Tahun 1998, Giro adalah : ‘ simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, saran perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan.’ Pengertian dapat ditarik setiap saat adalah bahwa uang yang sudah disimpan di rekening giro dapat ditarik berkali-kali dalam sehari selama dana masih tercukupi, selain harus memenuhi syarat dari bank yang bersangkutan. Penarikan dapat berupa penarikan tunai
atau non tunai. Jenis-jenis penarikan pada rekening giro:
1. CEK (Cheque)
Merupakan surat perintah bayar tanpa syarat dari nasabah kepada bank yang memelihara rekening giro nasabah tersebut, untuk membayar sejumlah uang kepada pihak ang disebutkan di dalamnya atau kepada pemegang cek tersebut.
Syarat hukum dan penggunaan cek sebagai alat pembayaran giral :
- terdapat perkataan “CEK”
- harus berisi perintah tak bersyarat unutk membayar sejumlah uang tertentu
- nama bank yang harus membayar (tertarik)
- penyambutan tanggal dan tempat cek dikeluarkan
- tanda tangan penarik.
Syarat lainnya yang dapat ditetapkan oleh pihak bank, antara lain :
- tersedianya dana
- ada materai yang cukup
- jika ada coretan harus di ttg oelh pemberi cek
- jumlah uang tertulis di angka dan huruf harus sama
- memperlihatkan masa kadaluarsa cek (70 hari)
- ttg dan stempel perusahaan harus sama dengan contoh (specimen0
- tidak diblokir pihak berwenang
- resi cek sudah kembali
- endorsment cek sempurna
- rekening belum ditutup


Ada beberapa jenis cek sesuai dengan saat dikeluarkannya oleh si pemberi cek, yaitu:
a. Cek atas nama,
cek yang diterbitkan atas nama orang atau badan tertentu
C/: bayarkan kepada Tn. Roy Akase sejumlah Rp. 3.000.000,-
b. Cek atas unjuk,
cek yang tidak tertulis nama seseorang atau badan tertentu.
C/: bayarkan tunai, atau cash atau tidak ditulis kata-kata apapun
c. Cek silang
Cek yang dipojok kiri atas diberi dua tanda silang sehingga cek tersebut berfungsi sebagai pemindah bukuan, bukan tunai.
d. Cek mundur
cek yang diberi tanggal mundur dari tanggal sekarang.
C/: tanggal hari ini 06 januari 2002 tapi tertulis tanggal 10 Januari 2002
e. Cek kosong
cek yang dananya tidak tersedia dan bank tidak memberikanfasilitas overdraft.

2. BILYET GIRO (BG)
BG merupakan surat perintah bayar dari nasabah kepada bank yang memelihara rekening giro nasabah untuk memindahkan sejumlah uang dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutkan namanya pada bank sama atau lain. Pada dasarnya syarat sahnya suatu BG sama dengan CEK. Dan biasanya BG berlaku 70 hari mulai tanggal penarikan







Manajemen Likuiditas Bank

A. Pengertian Likuiditas
Dalam terminologi keuangan dan perbankan terdapat banyak pengertian mengenai likuiditas, beberapa diantaranya dapat disebutkan sebagai berikut :
Likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi kemungkinan ditariknya deposito/ simpanan oleh deposan/ penitip. Dengan kata lain, menurut definisi ini, suatu bank dikatakan likuid apabila dapat memenuhi kewajiban penarikan uang dari pada penitip dana maupun dari para peminjam/ denitur. Likuiditas juga bisa diartikan kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban hutang- hutangnya, dapat membayar kembali semua deposannya, serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan para debitur tanpa terjadi penangguhan.
Menurut pengertian ini bank dikatakan likuid apabila :
1. Bank tersebut memiliki cash assets sebesar kebutuhan yang akan digunakan untuk memenuhi likuiditasnya;
2. Bank tersebut memiliki cash assets yang lebih kecil dari yang tersebut diatas, tetapi yang bersangkutan juga memiliki asset lainnya (khususnya surat-surat berharga) yang dapat dicairkan sewaktu-waktu tanpa mengalami penurunan nilai pasarnya;
3. Bank tersebut mempunyai kemampuan untuk menciptakan cash assets baru melalui berbagai bentuk hutang.
Dalam terminologi yang hampir sama, dapat disebutkan bahwa “likuiditas adalah kemampuan bank untuk menyediakan saldo kas dan saldo harta likud yang lain untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya, khususnya untuk :
1. Menutup jumlah reserves required;
2. Membayar chek, giro berbunga, tabungan dan deposito berjangka milik nasabah yang diuangkan kembali;
3. Menyediakan dana kredit yang diminta calon debitur sehat, sebagai bukti bahwa mereka tidak menyimpang dari kegiatan utama bank yaitu pemberian kredit;
4. Menutup berbagai macam kewajiban segera lainnya;
5. Menutup kebutuhan biaya operasional perusahaan.

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan secara singkat bahwa likuiditas adalah kemampuan suatu bank atau suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya. Secara praktis, likuiditas suatu bank sering dikaitkan dengan jumlah dana pihak ketiga yang terdapat di bank tersebut pada waktu tertentu. Dalam hal ini, untuk kondisi indonesia, Pemerintah melalui Bank Sentral menetapkan kewajiban setiap bank untuk memelihara likuiditas wajib minimum sebesar 5% dari besarnya kewajiban terhadap pihak ketiga. Dalam hal ini, kewajiban kepada pihak ketiga.
B. Jenis dan Sumber Alat Likuid
Menurut terminologi yang berlaku umum dalam dunia perbankan, dapat disebutkan bahwa jenis-jenis alat likuid yang dimiliki oleh bank adalah :
1. Kas atau uang tunai (kertas dan logam) yang tersimpan dalam brankas (khasanah) bank tersebut;
2. Saldo dana milik bank tersebut yang terdapat pada Bank Sentral (Saldo Giro BI);
3. Tagihan atau deposito pada bank lain, termasuk bank koresponden;
4. Chek yang diterima, tetapi masih dalam proses penguangan pada Bank Sentral dan bank korespoden.
Dalam dunia perbankan, keempat jenis alat/ harta likuid tersebut sering disebut “posisi uang” (money position) bank yang bersangkutan pada saat tertentu. Adapun menurut sumbernya, suatu bank dapat memperoleh alat-alat likuid yang diperlukan tersebut diatas dari berbagai sumber, yaitu :
1. Asset bank yang akan segera jatuh tempo :
Kredit pinjaman kepada debitur atau cicilan pinjaman yang akan jatuh tempo dapat dianggap sebagai sumber lukiditas. Oleh karena itu, dalam kondisi kebijakan uang ketat, posisi likuiditas suatu bank akan rawan apabila keseluruhan portofolio kreditnya masuk kategori evergreen. Surat-surat berharga, instrumen pasar uang seperti Bank Acceptance, Sertifikat Bank Indonesia, dan sertifikat deposito pada Bank lain yang akan segera jatuh tempo, dapat pula dianggap sebagai sumber likuiditas dalam golongan ini.
2. Pasar Uang :
Pasar uang adalah sumber likuiditas bank. Namun harus diakui bahwa tidak setiap bank mempunyai kemampuan untuk masuk ke pasar uang. Hal ini sangat dipengaruhi oleh besarnya suatu bank dan persepsi pasar uang atas Credit Worthiness bank tersebut. Dalam hal ini, para investor yang meminjamkan uangnya ke bank akan melakukan analisa yang mendalam dan selektif terhadap tingkat dan konsistensi perkembangan pendapatan bank, kualitas asset, reputasi kesehatan manajemen, dan kekuatan modal bank.
3. Sindikasi kredit
Pembentukan sindikasi kredit, selain bertujuan menyiasati legal lending limit (3L) dan menyebarkan risiko, juga bertujuan untuk menjalin hubungan dengan bank-bank lain. Dengan demikian, ketika mengalami kesulitan lukiditas makan bank tersebut dapat menyidikasi sebagian portofolio kreditnya kepada bank lain untuk mengatasi masalah tersebut.
4. Cadangan lukuiditas
Khusunya bank yang tidak dapat segera memperoleh dana pada saat diperlukan, bank tersebut biasanya membentuk cadangan likuiditas. Cadangan likuiditas biasanya dibentuk dengan cara memelihara saldo Kas dan Giro BI pada batas maksimal yang diperbolehkan.
5. Sumber dana yang sifatnya Last Resort
Salah satu sumber likuiditas yang sifatnya last resort, yang umum digunakan oleh kebanyakan bank adalah fasilitas line of credit dari bank lain. Bank yang menjalin hubungan koresponden dengan bank lain kemungkinan dapat meminta fasilitas stand by line of credit dari bank korespondennya tersebut. Selain itu, Bank Sentral bertindak sebagai leader of last resort untuk dunia perbankan atau lembaga keuangan bukan bank. Namun bantuan dana dari bank sentral biasanya baru akan dimanfaatkan oleh bank yang kesulitan likuiditas apabila sumber-sumber likuiditas lainnya tidak cukup untuk mengatasi kesulitan likuiditas yang dialaminya.
Secara akuntansi perbankan, jenis-jenis alat likuid dan sasaran penggunaannya untuk memenuhi kewajiban pihak ketiga selalu termuat dalam laporan keuangan bank bersangkutan secara periodik, baik harian, bulanan maupun tahunan. Jika dilakukan klasifikasi jenis alat likuid menurut post pembukuan dalam necara, alat likuid yang dimasukkan kedalam pos-pos tertentu ini adalah saldo masing-masing jenis alat likuid pada tanggal terakhir pada masa laporan likuiditas. Dalam hal ini, jenis alat likuid dimasukkan pada pos-pos aktiva, sedangkan
kewajiban-kewajiban kepada pihak ketiga yang harus ditutup dengan alat likuid tersebut dimasukkan pada pos-pos pasiva. Klasifikasi masing-masing pos tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :


I. Aktiva
1. Kas, yang dimasukkan kedalam pos ini adalah uang kartal yang ada dalam kas berupa uang kertas, uang logam dan commemorative coin yang dikeluarkan oleh Bank Sentral (Bank Indonesia) menurut nilai nominal dan menjadi alat pembayaran yang sah di Indonesia.
2. Bank Indonesia, yaitu semua simpanan/tagihan bank bersangkutan dalam Rupiah kepada Bank Indonesia, seperti saldo giro BI dan lainnya.
3. Surat-surat berharga dan tagihan lainnya. Yang termasuk golongan ini adalah surat-surat berharga dalam rupiah yang dibeli atau dimiliki oleh bank bersangkutan, seperti Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), Saham, Obligasi dan bukti tagihan lainnya yang belum diuangkan, termasuk tagihan yang timbul karena akseptasi wesel dan penjualan SBPU.
4. Antar Bank Aktiva, yaitu semua jenis simpanan dan tagihan bank bersangkutan kepada Bank atau lembaga keuangan bukan bank (LKBB) lainnya di Indonesia, seperti Giro, Call Money, surat berharga, deposit on call, deposito berjangka, sertifikat deposito, pinjaman yang diberikan, pembiayaan bersama, penyertaan, dana pelunasan obligasi dan lain-lain.
5. Kredit yang diberikan, yaitu semua realisasi pemberian pinjaman/ kredit dalam rupiah yang diberikan oleh bank yang bersangkutan kepada pihak ketiga bukan bank, termasuk pinjaman kepada pegawai bank itu sendiri. Termasuk dalam pos ini adalah kartu kredit dan fasilitas cerukan (overdraft).
II. Pasiva
1. Giro, yaitu simpanan-simpanan dalam rupiah oleh pihak ketiga bukan bank, yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, surat perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindah bukuan.
2. Simpanan berjangka, yaitu simpanan dalam bentuk deposito berjangka, deposito asuransi dan deposit on call dalam rupiah pihak ketiga bukan bank, yang penarikannya dapat dilakukan menurut suatu jangka waktu tertentu yang disepakati.
3. Tabungan, yaitu simpanan dalam rupiah ketiga bukan bank, yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat dan cara tertentu, misalnya dengan menggunakan buku tabungan, slip penarikan (bukan cek) dan kartu ATM.
4. Antar Bank Pasiva, yaitu semua jenis kewajiban bank bersangkutan dalam mata uang rupiah kepada bank atau LKBB lainnya, seperti giro, call money, surat berharga, deposit on call, deposito berjangka, pinjaman yang diterima, pembiayaan bersama dan lainnya.
5. Kewajiban lainnya yang segera jatuh tempo, yaitu semua kewajiban dalam rupiah yang setiap dapat ditagih oleh pemiliknya dan harus segera dibayar, misalnya kiriman uang.

C. Prinsip-prinsip Pengelolaan Likuiditas
Metode dan cara pengelolaan likuiditas yang diterapkan oleh masing-masing bank secara praktis akan saling berbeda, tergantung kepada metode manajemen dana yang diterapkan dan garis kebijakan dalam pengelolaan likuiditas. Namun demikian, terdapat kesamaan dalam prinsip-prinsip mendasar yang menjadi bingkai (frame work) pengelolaan likuiditas.
Pengelolaan likuiditas harus dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang ada. Oleh karena itu dalam pengelolaan likuiditas bank perlu diperhatikan beberapa prinsip pengelolaan likuiditas yaitu :
1. Bank harus memiliki sumber dana inti (core source of fund) yang sesuai dengan sifat bank yang bersangkutan maupun pasar uang dan sumber dana yang ada dimasyarakat, serta yang cocok pula dengan mekanisme pengumpulan dana yang berlaku ditempat bank tersebut berada.
2. Bank harus mengelola sumber-sumber dana maupun penempatan dengan hati-hati. Oleh karena itu harus diperhatikan komposisi sumber dana jatuh waktu berdasarkan jumlahmasing-masing komposisi, tingkat suku bunga, faktor-faktor kesulitan dalam pengumpulan dana, produk-produk dana yang dimiliki dan sebagainya.
3. Bank harus diperhatikan different price for different customer didalam penempatan dananya. Dan price (tingkat suku bunga) tersebut harus diatas tingkat suku bunga dana yang dipakainya, atau dengan kata lain, tingkat suku bunga atas penempatan dana tersebut harus bersifat floating.
4. Bank harus menaruh perhatian terhadap umur sumber dananya kapan akan jatuh waktu, jangan sampai terjadi maturity gap dengan penempatannya (placement). Oleh karena itu perlu diperhatikan prinsip pemenuhan kebutuhan dana yang sering menjadi acuan, yaitu :
a. Kebutuhan dana jangka pendek harus dipenuhi dengan sumber-sumber dana jangka pendek.
b. Kebutuhan dana jangka panjang harus dipenuhi dengan sumber-sumber dana jangka panjang.
5. Bank harus waspada bahwa tingkat suku bunga dana tersebut selalu berfluktuasi, naik turun dengan gerak yang sukar ditebak sebelumnya (volatile). Oleh karena itu, agar bank tidak kehilangan sumber dananya karena nasabah pindah ke bank lain maka bank harus memiliki pricing policy yang baik, disamping harus mempunyai marketing strategy yang minimal mencakup strategi dibidang :
a. Product Quality;
b. Product Placement;
c. Promotion;
d. Product Pricing;
e. Power;
f. Public Relation.
6. Bank harus secara terkoordinasikan apabila akan menanamkan sumber-sumber dananya keaktiva. Sesuai ketentuan perbankan yang ada saat ini, ekspansi aktiva suatu bank akan dibatasi oleh faktor-faktor :
a. Aktiva tertimbang menurut risiko (Risk Weighted Asset).
b. Capital Adequanty Ratio (CAR)
c. Net Open Position (NOP)
d. Loan to Deposit Ratio (LDR)
e. Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) atau Legal Lending Limit.
f. Persentase Kredit Usaha Kecil (KUK) harus lebih besar dari 20%.

D. Tujuan dan Manfaat Pengelolaan Likuiditas.
Pengelolaan likuiditas merupakan faktor yang sangat penting dalam operasional perbankan, bahkan sangat menentukan bagi kemampuan suatu bank untuk bertahan dan berkembang dalam persaingan usaha yang makin kompetitif. Tujuan dan manfaat dari pengelolaan likuiditas suatu bank secara garis besar adalah :
1. Untuk menurunkan serendah mungkin biaya dana, hal ini dapat dilakukan dengan cara memilih komposisi sumber dana yang akan memberikan biaya yang paling rendah. Beberapa alternatif yang tersedia adalah :
a. Dari dari dalam negeri versus dana luar negeri, atau dana rupiah versus dana valuta asing.
b. Dana-dana jangka pendek versus dana-dana jangka panjang, atau dana dari pasar uang (money market) versus obligasi ataupun deposito jangka panjang.
c. Dana sendiri (modal) versus dan dari pihak ketiga, atau dana dengan biaya deviden versus dana dengan biaya bunga.
2. Untuk memenuhi ketentuan sumber dana yang diperlukan bank di dalam pemberian kredit, penanaman dana dalam valuta asing, penanaman dana dalam surat-surat berharga, dan penanaman dana dalam aktiva tetap maupun untuk memenuhi kebutuhan modal sehari-hari.
3. Untuk memenuhi kebutuhan bank terhadap ketentuan-ketentuan otoritas moneter (bank sentral) di dalam menjaga likuiditas minimum, misalnya untuk memenuhi legal reserve requirement, dan untuk memenuhi standar loan to deposit ratio yang sehat.
E. Metode dan Pendekatan dalam Pengelolaan Likuiditas Bank.
Secara umum, metode yang digunakan oleh management perbankan dalam menetapkan policy likuiditasnya berbeda antara suatu bank dengan bank lainnya, yang sangat dipengaruhi oleh pertimbangan kehati-hatian (prudential) maupun tujuan pencapaian pendapatan optimal.
Pendekatan yang dapat ditempuh oleh management bank dalam menetapkan policy likuiditasnya secara umum dapat dibagi menjadi lima pendekatan, yaitu :
1.Self liquiditing approach. Yaitu pendekatan peningkatan likuiditas bank melalui peningkatan pembayaran kembali kredit dan penanaman dalam surat-surat berharga, sesuai dengan tanggal jatuh temponya. Dengan cara demikian aktiva-aktiva tersebut dapat digunakan sebagai alat likuid, khususnya untuk membiayai permintaan kredit baru ataupun diinvestasikan kembali dalam surat-surat berharga.
2.Asset Sale Ability atau Asset Shift Ability, yaitu meningkatkan likuiditas dengan cara melakukan likuidasi (penjualan) terhadap asset-asset lainnya yang tidak produktif.
3.New Fund, yaitu meningkatkan likuiditas dengan menciptakan sumber-sumber dana yang baru, baik dari masyarakat maupun dari dunia perbankan, misalnya menciptakan Traveller Check, Credit Card, deposito-deposito berjangka dan lain-lain.
4.Borrowers Earning Flow, yaitu meningkatkan likuiditas melalui usaha yang lebih giat dalam menjaga kelancaran penerimaan angsuran dan bunga dari kredit yang diberikannya.
5.Reserve Discount Window to Central Bank As lender of Last Resort, yaitu meningkatkan likuiditas dengan jalan mengadakan pinjaman kepada Bank Sentral sebagai pemberi pinjaman yang terakhir.
Sebelum menentukan pilihan tentang pendekatan mana yang akan ditempuh selama kebijakan likuiditas suatu bank, manajemen bank sebaiknya melakukan analisis yang dikenal dengan istilah A Three – Step Liquidity Planning and Analysis System, sebagai berikut :
1. Langkah pertama – klasifikasi leabilities dan Capital apakah tergolong sebagai sumber dana yang Reliable (dapat diandalkan) ataukah Volatile (mudah menguap).
2. Langkah kedua – Klasifikasikan assets apakah sebagai alat yang likuid atau tidak likuid.
3. Langkah ketiga – bandingkan volume asset likuid dengan volume dan yang volatile. Perbandingan maksimum adalah 1,0 karena pada posisi ini akan dicapai apa yang disebut balance liquidity position, yaitu keadaan dimana permintaan alat-alat likuid sama besarnya dengan alat likuid yang tersedia pada bank.
F. Alat-Alat Pengukuran Likuiditas
Secara akuntansi keuangan atau perbankan, perhitungan atau pengukuran likuiditas dapat dilakukan melalui perhitungan ratio yang menggambarkan hubungan timbal balik antara asset dengan liabilities. Adapun rumus-rumus perhitungan ratio likuiditas yang sering dipergunakan adalah sebagai berikut :
Cash Asset
1. Quick Ratio = --------------------
Total Deposit
Ratio ini menunjukkan kemampuan bank untuk membayar kembali simpanan para nasabahnya dengan alat-alat yang paling likuid yang dimiliki bank tersebut. Ratio ini sering disebut sebagai Quick Ratios.
Dalam persamaan di atas, Cash asset terdiri dari Kas, Giro Bank Indonesia, dan Rekening pada bank lain, sedangkan Total Deposit meliputi Demand deposit (Giro), Time deposit (Deposito/simpanan berjanka), dan Saving deposit (tabungan).
Securities
2. Investing Policy Ratio = -----------------
Total Deposit
Ratio ini menunjukkan kemampuan bank dalam melunasi kewajiban kepada para nasabahnya dengan melikuidasi/menjual surat-surat berharga yang dimilikinya.

Total Loans
3. Banking Ratio = --------------------
Total Deposit
Banking Ratio digunakan untuk mengukur kemampuan bank untuk membiayai pemberian pinjaman dengan menggunakan dana yang dihimpun dari para nasabah/pihak ketiga.
Liquidity Assets
4. Cash Ratio = -----------------------------
Short term borrowing
Cash ratio adalah ratio yang menunjukkan kemampuan bank untui melunasi kewajiban-kewajiban yang harus segera dibayar dengan alat-alat likuid yang dimilikinya.















Analisis Kredit
A. Persiapan Analisis Pemberian Kredit
Sebelum melaksanakan kegiatan analisa kredit itu sendiri, yaitu membahas aspek-aspek yang mempengaruhi kegiatan usaha secara detail dan secara kritis, maka ada beberapa langkah yang harus dilakukan yaitu :
a. Pemilihan Pendekatan (approach) yang akan dipakai dalam melakukan analisa kredit itu sendiri.
b. Proses pengumpulan informasi yang lengkap yang akan diperlukan dalam analisa.
c. Penetapan titik kritis suatu proyek.
1. Pemilihan Pendekatan Dalam Melaksanakan Analisa Kredit
1) Pendekatan jaminan (Collateral approach)
Pada intinya pendekatan ini dilakukan sebagai dasar dalam analisa kreditnya yaitu kredit yang akan diberikan apabila calon debitur mempunyai jaminan yang memadai baik ditinjau dari nilai ekonomisnya ataupun dari nilai yuridisnya.
2) Pendekatan karakter (Character approach)
Pada pendekatan ini proses pemberian kredit berdasarkan atas kepercayaan terhadap reputasi karakter bisnis dari calon debiturnya.
3) Pendekatan atas kemampuan pelunasan kredit yang diberikan (Repayment approach)
Pada intinya bentuk pendekatan ini mendasarkan diri kepada kemampuan pelunasan hutang dari nasabah, dan tidak mendasarkan daripada karakternya ataupun feasibilitas daripada proyek itu sendiri.

4) Pendekatan atas dasar keterlaksanaan proyek usaha calon debitur (Feasibility approach)
Pendekatan ini menilai sampai sejauh mana proyek usaha calon debitur tersebut dapat melunasi semua kewajibannya dengan sumber-sumber dana yang dapat dihimpun oleh usaha yang akan dilakukannya.
5) Pendekatan dalam pemberian kredit sebagai Bank pembangunan ( Development bank approach)
Pada intinya analisa pemberian kredit yang mendasarkan diri sebagai bank pembangunan telah meletakan fungsi bank tersebut sebagai “agent of development” dari suatu sistem perekonomian. Dalam pendekatan ini maka bank lebih banyak bertindak dalam kegiatan pembinaan (promotor) atas nasabahnya agar potensi yang dimilikinya dapat dikembangkan semaksimal mungkin, melalui pemberian kredit dan pembinaan teknis manajemen, pemasaran dan lain-lain.
2. Proses Pengumpulan Informasi Yang Diperlukan Dalam Analisa.
Setelah pendekatan yang akan digunakan dalam analisa itu dapat dirumuskan, maka langkah selanjutnya dalah menetapkan teknik-teknik analisa yang akan dipakai maupun sarana-sarana yang diperlukan serta section program yang lainnya.
Berbagai informasi yang penting untuk disiapkan guna mempermudah analisa kredit antara lain :
a) Data/informasi informal/formal bank
b) Bank to bank information
c) Informasi mengenai pemasaran produk/jasa yang ditawarkan calon debitur
d) Data-data statistik
e) Ketentuan perundang-undangan
f) Informasi data teknis calon debitur
g) Data proyek yang akan dikerjakan calon debitur
h) Sumber-sumber bahan baku/bahan penolong serta mekanisme pengadaannya
i) Data intern bank
j) Informasi pasar tenaga kerja, dan lain-lain
3. Penetapan Titik Kritis
Titik kritis (critical point) ini akan dapat diketahui dari faktor produksi yang paling menentukan (dominan) terhadap keberhasilan proyek yang bersangkutan. Setelah titik kritis ini dapat diketahui maka baru dilanjutkan ke analisa-analisa lainnya yang paling relevan dengan faktor-faktor produksi yang dianggap sebagai titik kritis tersebut.
B. Analisis Pemberian Kredit
Dalam analisis kredit diadakan penilaian yang mendalam keadaan usaha atau proyek pemohonan kredit. Pernilaian tersebut meliputi berbagai aspek, yaitu :
1. Aspek Manajemen dan organisasi
Pada dasarnya calon debitur hendaknya merupakan seorang yang berjiwa wiraswasta dan mempunyai keahlian yang cukup tentang bidang usahanya. Struktur organisasi usahapun hendaknya cuukup jelas dan efisien, terutama kalau usahanya sudah mulai besar.
2. Aspek Pemasaran
Barang dan atau jasa yang dihasilkannya atau diperdagangkannya harus mempunyai prospek pemasaran yang baik, baik dilihat dari segi konsumen menurut jumlahnya maupun penebaran daerahnya.
3. Aspek Teknis
Peralatan datau teknologi yang digunakan baik kapasitas maupun jenisnya serta proses produksinya, hendaknya efektif dan efisien dalam arti masih memberikan keuntungan yang cukup bagi perusahaannya.
4. Aspek Keuangan
Dari perhitungan keuangan perusahaan tercermin adanya kemampuan dari peruahaan calon debitur untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya, baik untuk pengembalian pokok pinjaman maupun bunganya dalam waktu yang wajar bahkan perusahaan pun harus mampu mendapatkan laba yang wajar agar dapat berkembang terus.
5. Aspek Yuridis
Usaha yang akan diberikan bantuan kredit harus memenuhi ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku termasuk bentuk hukum debitur, lengkapnya surat-surat izin dan surat-surat bukti jaminan yang diperlukan, serta cara-cara pengikatan jaminan atau agunan.
6. Aspek Sosial Ekonomi
Usaha yang akan dibiayai oleh kredit bank tersebut hendaknya dapat menyerap tenaga kerja yang selama ini menganggur dan sedapat mungkin tidak merusak atau mengganggu keadaan lingkungan hidup (pencemaran) ditinjau dari analisis mengenai dampak atas lingkungan hidup.













Laporan dan Analisa Laporan Keuangan Bank
A. Arti Penting Analisis Laporan Keuangan
Analisis terhadap laporan keuangan suatu perusahaan pada dasarnya karena ingin mengetahui tingkat profitabilitas (keuntungan) dan tingkat risiko atau tingkat kesehatan suatu perusahaan. Analisis keuangan yang mencakup analisis rasio keuangan, analisis kelemahan dan kekuatan di bidang finansial akan sangat membantu dalam menilai prestasi manajemen masa lalu dan prospeknya di masa datang. Laporan keuangan yang disusun secara baik dan akurat dapat memberikan gambaran keadaan yang nyata mengenai hasil atau prestasi yang telah dicapai oleh suatu perusahaan selama kurun waktu tertentu, keadaan inilah yang digunakan untuk menilai kinerja keuangan. Apalagi informasi mengenai kinerja keuangan suatu perusahaan sangat bermanfaat untuk berbagai pihak, seperti investor, kreditur, pemerintah, bankers, pihak manajemen sendiri dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.
Arti penting analisis laporan keuangan adalah sebagai berikut:
1. Bagi pihak manajemen: untuk mengevaluasi kinerja perusahaan, kompensasi,
pengembangan karier
2. Bagi pemegang saham: untuk mengetahui kinerja perusahaan, pendapatan,
keamanan investasi.
3. Bagi kreditor: untuk mengetahui kemampuan perusahaan melunasi utang beserta
bunganya.
4. Bagi pemerintah: pajak, persetujuan untuk go public.
5. Bagi karyawan: Penghasilan yang memadai, kualitas hidup, keamanan kerja.
B. Macam Laporan Keuangan
1. Pengertian Laporan Keuangan
Laporan Keuangan juga melaporkan prestasi historis dari suatu perusahaan dan memberikan dasar, bersama dengan analisis bisnis dan ekonomi, untuk membuat proyeksi dan peramalan untuk masa depan (J. Fred Weston & Thomas E. Copeland, (1994: 24). Laporan keuangan adalah laporan yang memuat hasil-hasil perhitungan dariproses akuntansi yang menunjukkan kinerja keuangan suatu perusahaan pada suatu saat tertentu.

2. Jenis Laporan Keuangann
Laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan biasanya terdiri:
a. Neraca: laporan yang sistematis tentang aktiva, hutang, modal dari suatu perusahaan pada suatu saat tertentu menunjukkan posisi keuangan (aktiva, utang dan modal) pada saat tertentu.
Tujuan neraca adalah menunjukkan posisi keuangan suatu perusahaan pada suatu tanggal tertentu, biasanya pada waktu di mana buku-buku ditutup dan ditentukansisanya pada suatu akhir tahun fiskal atau tahun kalender (misalnya pada tanggal 31 Desember 200x)
b. Laporan laba rugi: suatu laporan yang menunjukkan pendapatan dari penjualan,
berbagai biaya, dan laba yang diperoleh oleh perusahaan selama periode tertentu
c. Laporan saldo laba: menunjukkan perubahan laba ditahan selama periode tertentu.
d. Laporan arus kas: Menujukkan arus kas selama periode tertentu.
e. Catatan atas laporan keuangan: berisi rincian neraca dan laporan laba rugi, kebijakan akuntansi, dan lain sebagainya.
3. Contoh Laporan Keuangan
PT. ABC
Neraca 31 Desember 2002 (Rp000)
Aktiva Pasiva
Kas dan bank 200.000 Utang bank 100.000
Efek 200.000 Utang dagang 300.000
Piutang 160.000 Utang pajak 160.000
Persediaan 840.000
------------- -------------
Jml. Aktiva lancar 1.400.000 Jml. Ut. Lancar 560.000
Tanah 100.000 Obligasi 5% 600.000
Bangunan 1.000.000
Mesin 700.000 Modal saham 1.200.000
Intangible 100.000 Agio 200.000
Akumulasi penyusutan (300.000) Laba ditahan 440.000
------------------ ----------------
Jml.Akv. Tetap neto 1.600.000 Jml. Modal 1.840.000
----------------- ----------------
Jml. Aktiva 3.000.000 Jml. Pasiva 3.000.000
========== ========
PT. ABC
Laporan Laba Rugi 2002 (Rp. 000)
Penjualan 4.000.000
Harga pokok penjualan (3.000.000)
---------------
Laba kotor 1.000.000
Biaya operasi ( 570.000)
---------------
Laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) 430.000
Bunga ( 30.000)
---------------
Laba sebelum pajak (EBT) 400.000
Pajak ( 60.000)
---------------
Laba setelah pajak (EAT) 240.000
=========
C. Analisa Rasio Keuangan
1. Jenis Analisis Rasio Keuangan
Analisis laporan keuangan yang banyak digunakan adalah analisis tentang rasio keuangan. Berdasarkan sumber analisis, rasio keuangan dapat dibedakan menjadi :
a. Perbandingan Internal (Time Series Analysis) yaitu membandingkan rasio-rasio finansial perusahaan dari satu periode ke periode lainnya.
b. Perbandingan Eksternal (Cross Sectional Approach) yaitu membandingkan rasio-rasio antara perusahaan satu dengan perusahaan yang lainnya yang sejenis pada saat yang bersamaan atau membandingkannya dengan rasio rata-rata industri pada saat yang sama.
Jenis rasio laporan keuangan, biasanya dikelompokkan ke dalam empat kelompok rasio, (R. Agus Sartono, 1998), yaitu :
1). Liquidity Ratio yaitu rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek tepat pada waktunya. Liquidity Ratio yang umum digunakan antara lain :
a) Current Ratio, alat ukur bagi kemampuan likuiditas (solvabilitas jangka pendek) yaitu kemampuan untuk membayar hutang yang segera harus dipenuhi dengan aktiva lancar.
Formulasinya :
Current Assets
Current Ratio = -------------------------
Current Liabilities
b) Quick Ratio, alat ukur bagi kemampuan perusahaan untuk membayar hutang yang segera harus dipenuhi dengan aktiva lancar yang lebih likuid.
Formulasinya :
Current Assets − Inventory
Quick Ratio = -----------------------------------
Current Liabilities
2). Activity Ratio, alat ukur sejauh mana efektivitas perusahaan dalam menggunakan sumber daya - sumber dayanya. Rasio - rasio ini antara lain:
a) Receivable Turn Over
Sales
Receivable turnover = -----------------------------
Account receivable
b) Periode Pengumpulan Piutang
360
Average collection period =
-------------------------------
Receivable turnover
c) Inventory Turnover, yaitu rasio untuk mengukur efisiensi penggunaan persediaan atau rasio untuk mengukur kemampuan dana yang tertanam dalam persediaan untuk berputar dalam suatu periode tertentu.
Formulasinya :
Cost of Goods Sold
Inventory Turnover =----------------------------
Average Inventory
360
d) Average days in inventory = --------------------------
Inventory turnover
e) Total Assets Turnover, yaitu rasio untuk mengukur efisiensi penggunaan aktiva secara keseluruhan.
Formulasinya :
Sales
Total Assets Turnover = ------------------------
Total Assets
3). Leverage Ratio yaitu rasio untuk mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai dengan hutang..Rasio -rasio ini antara lain :
a) Debt To Total Assets Ratio, yaitu rasio yang menghitung berapa bagian dari keseluruhan kebutuhan dana yang dibiayai dengan hutang.
Formulasinya :
Total Liabilities
Debt To Total Assets Ratio =-----------------------
Total Assets
b) Time Interest Earned Ratio, yaitu rasio untuk mengukur seberapa besar keuntungan dapat berkurang (turun) tanpa mengakibatkan adanya kesulitan keuangan karena perusahaan tidak mampu membayar bunga.
Formulasinya :
Time interest earned ratio:
Earning Before Interest and Tax
= ----------------------------------------------
Interest Expense

4). Profitability Ratio yaitu rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan dari penggunaan modalnya. Rasio - rasio ini antara lain :

Gross profit
Gross profit margin = ----------------------
Sales


EBIT
Operating profit margin = -------------------
Sales

EAT
Net profit margin = -------------------
Sales

EAT
Return on assets = ---------------------
Total assets

EAT
Return on equity = --------------------
Equity

5) Market Value Ratios
Dividend
a. Dividend payout ratio = ------------------
EAT
Dividend per share
b. Dividend yield = ----------------------------------
Price per share

EAT
c. Earning per-share = ------------------------------------------
Number of share outstanding

Price per share
d. Price earning ratio = -------------------------------
Earning per share

Price per share
e. Price book value ratio = ----------------------------
Book value per share

2. Evaluasi Rasio-rasio Keuangan
• Liquidity Ratios
Current ratio Naik Membaik
Quick ratio Naik Membaik
Cash ratio Naik Membaik
• Leverage Ratios
Debt to total assets ratio Naik Memburuk
Debt to equity ratio Naik Memburuk
Long-term debt to equity ratio Naik Memburuk
Time interest earned ratio Naik Membaik
• Activity Ratios
Receivable turnover Naik Membaik
Average collection period Naik Memburuk
Inventory turnover Naik Membaik
Average days in inventory Naik Memburuk
Assets turnover Naik Membaik
• Profitability Ratios
Gross profit margin Naik Membaik
Operating profit margin Naik Membaik
Net profit margin Naik Membaik
Return on assets Naik Membaik
Return on equity Naik Membaik
• Market Value Ratios
Dividend payout ratio Naik Mambaik
Dividend yield Naik Membaik
Earning per-share Naik Membaik
Price earning ratio Naik Memburuk
Price book value Naik Memburuk

Keterbatasan Analisis Rasio Keuangan
Perbedaan metode akuntansi yang dipakai untuk menyusun laporan keuangan. Penjualan perusahaan yang bersifat musiman. Kesulitan untuk menentukan jenis industri apabila perusahaan mempunyai berbagai lini produk. Perusahaan dapat melakukan “window dressing”
D. Analisis Break Even
1. Pengertian Analisis Break Even
Break even point (BEP) dapat diartikan sebagai suatu titik atau keadaan di mana perusahaan di dalam operasinya tidak memperoleh keuntungan dan tidak menderita rugi. Dengan kata lain, pada keadaan itu keuntungan atau kerugian sama dengan nol. Hal tersebut dapat terjadi bila perusahaan di dalam operasinya menggunakan biaya tetap, dan volume penjualan hanya cukup untuk menutup biaya tetap dan variabel.
Apabila penjualan hanya cukup menutup biaya variabel dan sebagian biaya tetap, maka perusahaan menderita rugi. Dan sebaliknya akan memperoleh keuntungan, bila penjualan melebihi biaya variabel dan biaya tetap yang harus dikeluarkan.
2. Manfaat Analisis Break Even
Analisis break even secara umum dapat memberikan informasi kepada pimpinan, bagaimana pola hubungan antara volume penjualan, cost/biaya dan tingkat keuntungan yang akan diperoleh pada level penjualan tertentu. Analisis break even dapat membantu pimpinan dalam mengambil keputusan mengenai hal-hal sebagai berikut:
 Jumlah penjualan minimal yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian.
 Jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh keuntungan tertentu
 Seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita rugi
 Untuk mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan volume penjualan terhadap keuntungan yang akan diperoleh.



3. Jenis biaya berdasarkan konsep break even
a. Variable cost (biaya variabel)
Variable cost jenis biaya yang selalu berubah sesuai dengan perubahan volume penjualan, dimana perubahannya tercermin dalam biaya variabel secara total. Dalam pengertian ini biaya variabel dapat dihitung berdasarkan persentase tertentu dari penjualan, atau variabel cost per unit dikalikan dengan penjualan dalam unit.
Secara grafis dapat digambarkan II.3 berikut:
Cost(Rp) Contoh VC : biaya material, upah buruh/TKL
Variable cost (VC)

Area VC

Sales (unit)

b. Fixed cost (biaya tetap)
Fixed cost jenis biaya yang selalu tetap dan tidak berpengaruh oleh volume penjualan melainkan dihubungkan dengan waktu (function of time) sehingga jenis biaya ini akan konstan selam periode tertentu. Contoh sewa (rent), depresiasi, bunga, gaji. Berproduksi atau tidaknya perusahaan biaya ini tetap dikeluarkan. Bila digambarkan akan nampak seperti berikut:
Cost (Rp)

Fixed cost (FC)
Area FC
Sales (unit)
c. Semi Variable cost
Semi variable cost jenis biaya yang sebagian variabel dan sebagian tetap, yang kadang-kadang disebut dengan semi fixed cost. Biaya yang tergolong dalam jenis biaya ini misalnya : Sales expenses atau komisi bagi salesman dimana komisi bagi salesman ini tetap untuk range atau volume tertantu, dan akan naik pada level yang lebih tinggi. Contoh lain biaya administrasi dan umum. Bila digambarkan sebagai berikut:
Cost (Rp) Semi variable cost
VC


Sales (unit)
4. Menentukan B E P
BEP dapat ditentukan atau dihitung berdasarkan formula tertentu, yaitu:
Fixed Cost
BEP = ---------------------------------- = ……unit (rumus 1)
Sales price/unit – variable cost/unit

Fixed Cost
BEP = --------------------------------- =Rp…….. (rumus 2)
variable cost
1 - -----------------------
Net Sales
5. Keterbatasan analisis break even
Analisis break even dapat dirasakan manfaatnya apabila titik break even dapat dipertahankan selama periode tertentu. Keadaan ini dapat dipertahankan apabila biaya-biaya dan harga jual adalah konstan, karena naik turunnya biaya dan harga jual akan mempengaruhi titik break even. Dalam kenyataan analisis ini agak sukar untuk diterapkan. Oleh sebab ini bagi analis perlu diketahui bahwa analisis break even mempunyai limitasi-limitasi tertentu yaitu: Fixed cost haruslah konstan selama periode atau range of out put tertentu Variable cost dalam hubungannya dengan sales haruslah konstan. Sales price per unit tidak berubah dalam periode tertentu. Sales mix adalah konstan.
Berdasarkan limitasi-limitasi tersebut, break even point (BEP) akan bergeser atau berubah apabila:
• Perubahan FC, terjadi sebagai akibat bertambahnya kapasitas produksi, dimana perubahan ini ditandai dengan naik turunnya garis FC dan TC-nya, meskipun perubahannya tidak mempengaruhi kemiringan garis TC. Bila FC naik BEP akan bergeser ke atas atau sebaliknya. Perubahan pada variable cost ratio atau VC per unit, dimana perubahan ini akan menentukan bagaimana miringnya garis total cost. Naiknya biaya VC per unit akan menggeser BEP ke atas, atau sebaliknya.
• Perubahan dalam sales price per unit. Perubahan ini akan mempengaruhi miringnya garis total revenue (TR). Naiknya harga jual per unit pada level penjualan yang sama walau pun semua biaya adalah tetap, akan menggeser BEP ke bawah, dan sebaliknya.
• Terjadinya perubahan dalam sales mix. Apabila suatu perusahaan memproduksi lebih dari satu macam produk maka komposisi atau perbandingan antara satu produk dengan produk lain (sales mix) haruslah tetap. Apabila terjadi perubahan misalnya terjadi kenaikan 20% pada produk A sedangkan produk B tetap maka BEP pun akan berubah

6. Margin of Safety
Margin of safety hubungannya dengan analisis break even yaitu untuk menentukan seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita kerugian. Formulasinya sebagai berikut:
Budget sales - BEP
M/S =
Budget sales
Budget sales adalah jumlah penjualan yang telah ditargetkan.









Merger Bank
A Definisi
Merger didefinisikan oleh Pringle dan Harris2 sebagai berikut: “Merger is a combination of two or more firm in which one company survives under its own name while any others cease to exit as legal entities.” Jadi pada dasarnya merger adalah suatu keputusan untuk mengkombinasikan/menggabungkan dua atau lebih perusahaan menjadi satu perusahaan baru. Dalam konteks bisnis, merger adalah suatu transaksi yang menggabungkan beberapa unit ekonomi menjadi satu unit ekonomi yang baru. Proses merger umumnya memakan waktu yang cukup lama, Karena masing-masing pihak perlu melakukan negosiasi, baik terhadap aspek-aspek permodalan maupun aspek manajemen, sumber daya manusia serta aspek hukum dari perusahaan yang baru tersebut. Oleh karena itu, penggabungan usaha tersebut dilakukan secara drastis yang dikenal dengan akuisisi atau pengambilalihan suatu perusahaan oleh perusahaan lain.
B. Motif-Motif Merger
Motif perusahaan-perusahaan untuk melakukan merger sebenarnya didasarkan atas pertimbangan ekonomis dan dalam rangka memenangkan persaingan dalam bisnis yang semakin kompetitif. Motif dari merger ini bermacam-macam. Menurut Pringle & Harris(1987), motif merger meliputi sekitar 11 aspek, yakni:
(1) cost saving
(2) monopoly power,
(3) auditing bankruptcy,
(4) tax consideration,
(5) retirement planning,
(6) diversification,
(7) increased debt capacity,
(8) undervalued assets,
(9) manipulating earning’s per share,
(10) management desires, dan
(11) replacing inefficient management.
1. Cost Saving
Cost saving dapat dicapai karena dua atau lebih perusahaan yang memiliki kekuatan berbeda melakukan penggabungan, sehingga mereka dapat meningkatkan nilai perusahaan secara bersama-sama. Sebagai contoh, Smitkline Corporation, sebuah perusahaan besar yang bergerak di bidang industri kesehatan, melakukan akuisisi terhadap Backments Instrument, suatu perusahaan di bidang disain, manufaktur pemasaran alat-alat laboratorium, suplier bahan kimia dan komponen-komponen industri.Smitkline Corporation, dengan begitu tidak perlu membuka pabrik baru, ataumenambah tenaga ahli untuk mensuplai kebutuhan-kebutuhannya karenamembutuh-kan biaya investasi yang lebih besar. Dengan merger (akuisisi), semua kebutuhan dari perusahaan Backments Instrumentdapat terpenuhi, dan sebaliknya Backments3juga tidak sulit mencari pasar terhadap alat-alat yang dipasarkannya. Cara ini tentu dapat menghemat biaya sehinggamenaikkan nilai perusahaan.
2. Monopoly Power
Motif lain dilakukannya merger adalah monopoli power. Suatu perusahaan besar melakukan merger dengan perusahaan yang level bisnisnya lebih kecil atau setara akan memberikan kesan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan lebih, baik dalam aset maupun dalam managerial skill-nya. Dengan melakukan merger, maka kemampuan aset semakin besar, dengan begitu ia akan mampu melakukan operasi pada skala yang lebih ekonomis. Konsekuensinya, perusahaan hasil merger tersebut dapat menurunkan cost per unitnya, sehingga harga jual barang atau jasa per unit dapat ditekan lebih rendah. Kondisi ini pada gilirannya dapat menambah pangsa pasar (market share) dan menjadi market leader dalam industri dimana perusahaan tersebut berada.


3. Auditing Bankruptcy
Merger juga dimaksudkan untuk menghindarkan perusahaan dari risiko bangkrut, dimana kondisi salah satu atau kedua perusahaan yang ingin bergabung sedang dalam ancaman bangkrut. Penyebabnya bisa karena miss management atau karena faktor-faktor lain seperti kehilangan pasar, keusangan teknologi dan/atau kalah bersaing dengan perusahaan-perusahaan lainnya. Melalui merger, kedua perusahaan tersebut akan bersama menciptakan strategi baru untuk menghindari risiko bangkrut.
4. Tax Consideration
Merger juga dilakukan dengan maksud untuk memanfaatkan insentif Tax yang diberikan karena adanya kebijakan baru di bidang perpajakan yangdikeluarkan pemerintah. Misalnya, ada produk tertentu yang oleh undang-undang perpajakan atau peraturan perpajakan dibebankan dari tax untuk mendorong perkembangan produksi tersebut. Perusahaan-perusahaan yang memproduksi barang/jasa tersebut dapat menjadi incaran perusahaan besar untuk merger dengan motif memanfaatkan fasilitas perpajakan tersebut.
5.Diversification
Motif lain dari merger adalah diversifikasi. Pada dasarnya diversifikasidimaksudkan untuk meminimalkan risiko. Apabila dua atau lebih perusahaan yang berada dalam satu jalur bisnis yang sama melakukan merger, maka sebuah perusahaan baru hasil merger tersebut akan memiliki aneka ragam produk. Mekanisme diversifikasi ini berarti juga membagi risiko perusahaan untuk dipikul oleh jenis produk yang makin banyak, jadi dapat meminimumkan risiko. Dengan demikian, penghasilan yang diharapkan (expected yield) bisa lebih besar.
6. Increased Debt Capacity
Merger juga diarahkan untuk meningkatkan kemampuan perusahaan dalam memperbesar perolehan pinjaman bank (increased debt capacity). Bank ataupun lembaga kredit lainnya biasa memberikan pinjaman kepada suatu perusahaan dengan mempertimbangkan besarnya aset perusahaan. Semakin tinggi aset perusahaan, jumlah pinjaman yang dapat direalisir juga semakin besar, dan sebaliknya. Dengan demikian melalui merger, perusahaan hasil merger dapat memperluas usahanya melalui peningkatan nilai pinjaman bank.
7. Undervalued Assets
Selain itu, merger juga dilakukan karena adanya informasi yang menunjukkan bahwa suatu perusahaan mengalami undervalue sehingga mendorong perusahaan lain untuk mengakuisisinya. Hipotesis merger seperti ini disebut “information hypothesis.” Tetapi ada juga motif yang disebut market power hypothesis, yakni keinginan untuk memiliki kekuatan pasar yang makin besar. Sama halnya dengan pendapat Pringle & Harris yang telah diuraikan di atas, motif merger juga antara lain diarahkan pada sinergy hypothesis, tax hypothesis, diversification hypothesis, dan inefficient management hypothesis. Semua hipotesis merger di atas pada dasarnyamemiliki alasan yang sama, yakni positif NPV yang akan dapat dicapaimelalui peningkatan efisiensi dan daya saing dengan cara peningkatan skala usaha (size of business) melalui merger. Bagi bank-bank besar di beberapa negara maju, seperti Amerika Serikat misalnya, selain aspek makro ekonomi dan mikro ekonomi yang dipertimbangkan dalam suatu keputusan merger, pihak pemerintah sering sekali memperhatikan aspek-aspek yang bersifat struktural, yang meliputi tiga aspek. Pertama, aspek kesehatan dan keamanan. Artinya perusahaan baru hasil merger tersebut harus menjadi perusahaan yang sehat dan aman. Apabila perusahaan lama ada yang tidak sehat, maka harus bisa diupayakan agar penyakit lama tersebut tidak boleh menular ke perusahaan hasil merger; Kedua, aspek kompetisi dan konsentrasi. Penggabungan perusahaan tidak boleh berakibat pada semakin terkonsentrasinya bisnis dalam industri karena tidak bisa mendorong efisiensi di dalam bisnis tersebut; dan Ketiga, aspek pelayanan kepada masyarakat. Penggabungan usaha tidak harus mengurangi kualitas pelayanan bank kepada masyarakat luas. Pertimbangan Merger Tujuan umum perusahaan melakukan merger dengan perusahaan lain antara lain untuk meningkatkan pangsa pasar dan nilai tambah melalui upaya penciptaan efisiensi yang lebih baik, meningkatkan sinergi operasional, sinergi keuangan,strategic realignment, dan bagi bank publik adalah adanya alasan q-ratio. Q-ratio adalah perbandingan kapitalisasi saham perusahaan dengan nilai perolehan (replacement cost) aktiva perusahaan. Perusahaan dengan q-ratio di atas satu menunjukkan bahwa manajemen perusahaan tersebut superior. Perusahaan hanya akan mengambil alih perusahaan lain, jika marginal q-ratio di atas satu. Artinya, nilai kapitalisasi saham perusahaan setelah digabung akan lebih tinggi dari pada biaya perolehannya. Dengan demikian, merger tidak akan terjadi jika angka q-ratio setelah merger lebih rendah dari pada angka sebelum merger. Nilai tambah dalam proses mergersering dituliskan dengan simbol 1 + 1 = 3.6
Berdasarkan tujuan merger di atas, jelas bahwa merger tidak hanya dibutuhkan oleh bank yang tidak sehat, namun justru sesama bank sehatpun perlu mempertimbangkan merger. Jika kita mengevaluasi keputusan pemerintah dalam melakukan merger terhadap empat bank BUMN tersebut, jelas tersirat bahwa pertimbangan merger bukan didorong oleh tujuan murnimerger sebagaimana diuraikan di atas. Ada tiga pertimbangan penting di dalam merger keempat bank tersebut, yaitu: 1. Menghindari sanksi penutupan oleh BI karena diperkirakan bank tersebut kesulitan mencapai capital adequacy ratio(CAR) 8% di akhir tahun 2001. 2. Menghindari pengeluaran negara yang cukup besar untuk membayar para deposan apabila bank-bank tersebut ditutup oleh BI. 3. Mencegah terjadinya domino effect, bertambahnya jumlah pengangguran, dan aspek negatif lainnya apabila bank tersebut harus ditutup
8. Earning Per Share
Merger juga sering diarahkan untuk memanipulasi pendapatan perlembar saham (earning per share/EPS). Umumnya perusahaan hasil merger akan memiliki kemampuan untuk menciptakan laba yang jauh lebih besar dibanding dengan yang dicapai sebelumnya secara individu. Sementara jumlah lembar saham yang dimiliki shareholders tidak mengalami perubahan yang drastis. Kondisi ini akan menaikkan earning after tax (EAT) dan tentunya EPS. Kondisi EPS yang semakin baik menggambarkan bahwaperusahaan tersebut mengalami kenaikan nilai sehingga banyak investorakan berminat untuk melakukan investasi langsung ke perusahaan hasil merger tersebut
9. Management Desires
Merger juga dimaksudkan untuk mengarahkan perusahaan beroperasi secara efisien. Bahkan motif ini sering dijadikan indikator utama (major indicator) dari sebuah kebijaksanaan merger. Beberapa praktisi bisnis berpendapat bahwa kebijaksanaan merger dapat dikatakan berhasil apabila merger tersebut dapat paling sedikit menghasilkan apa yang disebut sinergitik (sinergy) baru, dalam arti penggabungan dua perusahaan atau lebih tersebut, bukan hanya menghasilkan penjumlahan seperti pada merger konglomerasi melainkan akan menghasilkan suatu matematika baru, dimana laba yang dicapai akan jauh lebih besar dibanding laba yang dicapai secara sendiri-sendiri ketika sebelum melakukan merger. Kondisi ini tentu akan menaikkan tingkat efisiensi, karena pada dasarnya operating sinergy dapat meningkatkan economy of scale, sehingga berbagai sumber daya yang ada dapat saling melengkapi, dan koordinasi yang lebih baik antar berbagai tahap produksi.
Motif-motif merger yang diuraikan di atas sebenarnya telah menjadi motif umum merger yang dilakukan beberapa negara di dunia. Secara teoritis, merger perlu dilakukan karena terjadi positive NPV (Net Present Value) yang dapatmeningkatkan nilai pasar (Muliaman D. Hadad).Pada dasarnya kesejahteraan para pengurus perusahaan sangat ditentukan oleh skalaperusahaan mereka. Jadi apabila skala perusahaan diperbesar, maka para pengurus perusahaan akan mendapat nilai kesejahteraan yang lebih tinggi. Hipotesis ini dikenal dengan “Manager utility maximazation hypothesis.”
C. Merger Bagi Bank Sehat
Dalam kondisi intern perbankan maupun makro ekonomi, baik domestik maupun internasional, yang masih lesu seperti saat ini, langkah merger di tanah air tampaknya akan banyak terjadi pada bank yang kurang baik. Ketentuan CAR minimal 8% dari Bank for International Settlement(BIS) yang harus diterapkan oleh seluruh bank di Indonesia pada akhir tahun2001 menjadi pemicu utama bank-bank yang tidak dapat memenuhi ketetentuan CAR untuk segera merger. Menurut seorang ekonom dari Australia National University (ANU)Ross McLeod, antara tujuan pemenuhan CAR dengan tujuan melakukanmerger merupakan hal yang tidak saling berkaitan. Bank yang tidak dapat memenuhi CAR minimum seyogyanya tidak perlu dimerger. Apabila pemilik bank tidak sanggup lagi menyuntikkan modal, maka bank tersebut harus segera dijual, kalau perlu dengan negative bid.
Dalam kondisi seperti itu, tujuan penjualan bank bukan lagi mencari keuntungan, namun lebih fokus untuk menekan kerugian pemerintah seminimal mungkin.Bagi pembeli bank, kepada yang bersangkutan harus diberikan duaopsi, per ama, apakah pembelian bank tersebut bertujuan untuk meneruskan bisnis bank (going concern), atau untuk dilikuidasi (liquidiation value). Apabila pembelian bank tersebut untuk tujuan going concern, maka pembeli tersebut dalam waktu singkat (misalnya maksimum tiga bulan) wajib menyetorkan modal untuk memenuhi CAR minimum. Ditengah maraknya rencana merger terhadap bank yang tidak sehat, kita tampaknya perlu bank mengkaji peluang merger bagi bank yang sehat untuk mengantisipasi berbagai faktor di masa depan. Pada kurun waktu lima tahun mendatang, berbagai faktor global akan menyebabkan terjadinya pembentukan kembali industri perbankan nasional. Menurut Booz Allen dan Hamilton, faktor global yang menjadi penyebab pembentukan kembali industri perbankan sedikitnya ada lima (five global will shape the future evolution of Indonesia’s Banking System). Pertama, globalisasi, ditandai oleh adanya peningkatan jumlah bank asing yang beroperasi baik langsung atau tidak langsung di Indonesia. Kedua, konsolidasi akan adanya dorongan untuk merger bagi bank di dalam negeri untuk memperoleh skala usaha yang hemat dan berbiaya rendah. Ketiga, semakin dirasakan adanya proses dis-intermediasi perbankan karena perusahaan-perusahaan besar akan dapat secara langsung berhubungan dengan para kreditur tanpa harus melalui bank. Keempat, perubahanstruktur pendapatan bank, bergeser dari dominasi pendapatan dari jasa bank (fee based income). Kelima, pengawasan perbankan yang lebih ketat karena adanya berbagai peraturan/regulasi tambahan seperti New Based CapitalAccord(2005), Lembaga Asuransi Deposito (2004), Lembaga Baru Pengawasan Perbankan dan sebagainya.











Manajemen Resiko Bank
Dalam melakukan monitoring terhadap manajemen risiko, Bank secara umum menetapkan trading limit, khususnya Value-at-Risk (VaR) limit an Management Action Point (MAP) sebagai sarana untuk engendalikan risiko suku bunga dan nilai tukar yang dapat erpengaruh terhadap likuiditas Bank. VaR limit didasarkan pada uantifikasi risiko pergerakan tingkat suku bunga atau nilai tukar erhadap nilai portfolio yang dimiliki Bank. Dengan adanya nilai VaR apat diketahui dampak pergerakan suku bunga ataupun nilai tukar etiap 1 bps (basis point) akan mengakibatkan Bank mengalami euntungan/kerugian sebesar nilai VaR. alam penerapannya, Bank membedakan VaR limit atas suku bunga an nilai tukar. VaR dihitung secara harian dan dilaporkan ke Kantor egional. Khusus untuk transaksi dengan nasabah, VaR dapat imonitor setiap saat, untuk mengetahui posisi nasabah sesegera ungkin sehingga dapat diambil tindakan sesuai ketentuan yang erlaku.
Selain monitoring melalui VaR, Bank juga menetapkan limit lainnya eperti dealer limit, cut-loss limit, product limit, counterparty limit, ettlement limit dan lainnya seperti lazimnya pelaksanaan transaksi reasury. Keseluruhan limit tersebut untuk mengurangi dan engantisipasi risiko pasar yang mungkin timbul.
Perkembangan ekonomi yang makin global tentunya membawa peluang dan risiko yang makin besar, Bank American Express terus meningkatkan unsur pengendalian intern sebagai upaya pengawasan serta pengamanan usaha maupun peluang usaha. Hal ini juga dilakukan dalam rangka memperkuat infrastruktur usahanya sekaligus memastikan tersedianya sistem, perangkat maupun kemampuan sumber daya manusia yang memadai guna melaksanakan fungsi pengendalian intern serta pengelolaan risiko yang ketat di lingkungan kerja Bank American Express.
Bank American Express menyadari bahwa pelaksanaan Good Gorporate Governance untuk memberikan nilai tambah bagi pemegang saham tidak akan terwujud tanpa adanya fungsi pengendalian intern yang memadai. Atas dasar pertimbangan tersebut, Bank American Express dengan sungguh – sungguh telah melakukan berbagai upaya untuk membangun dan mengembangkan kompetensi pengendalian intern sebagai salah satu unsur pengelolaan risiko yang komprehensif, dalam rangka memastikan peningkatan hasil usaha yang nyata maupun pertumbuhan usaha Bank American Express dalam jangka panjang. Pengembangan kerangka yang lebih luas dalam hal pengelolaan risiko itu sendiri telah diawali dengan pembentukan Komite Manajemen Risiko dan pembentukan Satuan Kerja Manajemen Risiko Kantor Pusat serta Satuan Kerja Risk Manajemen Regional. Saat ini, Satuan Kerja Manajemen Risiko telah memastikan pelaksanaan proses manajemen risiko berjalan lancar dan memberikan gambaran profil risiko kepada Manajemen. Satuan Kerja Manajemen Risiko telah mengidentifikasi 8 risiko utama yang dihadapi, yaitu :
Risiko Kredit
Risiko Operasional
Risiko Pasar
Risiko Likuiditas
Risiko Hukum
Risiko Strategik
Risiko Reputasi
Risiko Kepatuhan
Proses Manajemen Risiko
Penerapan Manajemen Risiko pada Bank American Express saat ini telah dijalankan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia. Bank telah melakukan identifikasi risiko-risiko yang dihadapi oleh seluruh unit kerja yang ada. Tanpa mengurangi risiko-risiko lainnya Manajemen Bank memusatkan metode self assessment untuk menilai 8 jenis risiko. Bank American Express telah menyiapkan kebijakan penerapan manajemen risiko membentuk Satuan Kerja Manajemen Risiko Kredit, Pasar dan Operasional. Adapun penerapan manajemen risiko Bank American Express secara garis besar adalah sebagai berikut:
Risiko Kredit
Dewan komisaris memiliki wewenang tertinggi untuk menyetujui dan mengkaji ulang kebijakan dan strategi pengelolaan risiko kredit.
Strategi pengelolaan Risiko Kredit Bank American Express adalah pengelolaan risiko kredit secara sentralisasi. Strategi ini telah dijalankan sejak awal dan berhasil menekan kerugian risiko kredit dengan rasio NPL yang rendah serta menjaga Kualitas Aktiva Produktif dengan baik.
Bank telah memiliki dan menjalankan fungsi Komite Kredit yang mempunyai wewenang persetujuan kredit secara sentral.
Bank memiliki Credit Review Divisionyang independen dalam memberikan pendapat dan rekomendasi atas proposal kredit baik untuk permohonan baru maupun untuk permohonan perpanjangan.
Bank memiliki Satuan Kerja Manajemen Risiko Kredit untuk memonitor dan melaporkan kualitas portofolio kredit dan profil risiko kredit Bank.
Bank melaksanakan fungsi remedial secara independen untuk menjamin pelaksanaan monitoring risiko kredit lebih intensif dengan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah penurunan kualitas kredit lebih lanjut, maupun melaksanakan kegiatan loan recovery atas kredit bermasalah.
Risiko Operasional
Komisaris dan Direksi turut serta dalam pengelolaan risiko operasional Bank dengan menyetujui dan mereview kebijakan penerapan manajemen risiko operasional.
Komisaris dan Direksi turut serta dalam pengawasan atas pengelolaan risiko operasional melalui rapat komite audit.
Bank telah membentuk Satuan Kerja Manajemen Risiko Operasional untuk memonitor pengelolaan risiko operasional Bank, melaporkan profil risiko operasional Bank.
Bank telah menjalankan kebijakan KYC untuk mengurangi besarnya risiko operasional.
Bank telah menyiapkan kebijakan dan prosedur DRC untuk menanggulangi keadaan darurat.
Risiko Pasar
Komisaris dan Direksi turut serta dalam pengelolaan risiko pasar Bank dengan menyetujui dan mereview kebijakan penerapan manajemen risiko pasar.
Pengelolaan risiko pasar dilakukan melalui rapat ALCO.
Bank telah membentuk Satuan Kerja Manajemen Risiko Pasar untuk memonitor pengelolaan risiko pasar Bank, memantau dan melaporkan profil risiko pasar Bank.
Kebijakan pengelolaan risiko pasar dipusatkan kepada pengelolaan risiko suku bunga dan pengelolaan risiko nilai tukar.
Bank telah menyiapkan kebijakan trading book untuk pengelolaan risiko pasar.
Profil Risiko
Bank American Express telah melakukan pemantauan indikator risiko untuk mendapatkan gambaran profil risiko operasional serta melakukan analisis sensitifitas untuk mendapatkan gambaran tentang risiko pasar dan likuiditas. Untuk mengetahui gambaran risiko kredit telah dilaksanakan analisis portfolio kredit terutama mengenai pemerataan konsentrasi kredit. Hasil pemantauan risiko telah dituangkan dalam profil risiko per Desember 2005 sebagai berikut : Risiko kredit, operasional dan hukum dengan kategori “Moderat” sedangkan jenis risiko lainnya adalah “Low”.













Manajemen Jasa-jasa Bank
A. Pengertian.
Kegiatan perbankan yang ketiga adalah memberikan jasa-jasa bank. Tujuan pemberian jasa-jasa Bank ini adalah untuk mendukung dan memperlancar kedua kegiatan sebelumnya yaitu menghimpun dana dan menyalurkan dana. Semakin lengkap jasa Bank yang diberikan, maka semakin baik, hal ini disebabkan jika nasabah hendak melakukan suatu transaksi perbankan, cukup di satu Bank saja.
Kelengkapan jasa Bank yang diberikan sangat tergantung dari kemampuan Bank tersebut, baik dari segi modal, perlengkapan fasilitas, Sumber Daya Manusia, jenis Bank, status Bank. Kelebihan dari Bank yang berstatus Bank devisa adalah dapat menawarkan jasa-jasa Bank yang berkaitan dengan mata uang asing seperti transfer keluar negeri, jual beli valuta asing, transaksi eksport import, dan jasa-jasa valuta asing lainnya. Demikian pula dengan status cabang Bank yang melayani nasabah. Bank yang berstatus cabang penuh memberikan seluruh jasa-jasa Bank yang dimilikinya. Kemudian cabang pembantu hanya membantu melayani beberapa bagian dari jasa bank yang ada. Sedangkan kantor kas merupakan cabang Bank yang hanya melayani penyetoran dan pengambilan uang. Kantor seperti ini hanya memberikan jasa kasir atau teler.
B. Keuntungan Jasa-Jasa Bank.
Disamping keuntungan utama dari kegiatan pokok perbankan yaitu dari selisih bunga simpanan dengan bunga pinjaman maka pihak perbankan juga dapat memperoleh keuntungan lainnya yaitu transaksi yang diberikan dalam jasa-jasa Bank. Keuntungan dari transaksi yang diberikan dalam jasa-jasa Bank ini disebut fee based. Dewasa ini semakin banyak Bank yang mencari keuntungan lewat jasa-jasa Bank. Mengingat keuntungan yang diperoleh dari spread based semakin sulit akibat berbagai faktor. Sedangkan perolehan keuntungan dari jasa-jasa Bank ini walaupun masih relatif kecil, namun mengandung suatu kepastian. Disisi lain resiko kerugian terhadap jasa-jasa Bank ini lebih kecil jika dibandingkan dengan resiko dalam pemberian fasilitas kredit. Kemudian penghasilan dari jasa ini pun cukup beragam sehingga pihak perbankan dapat lebih meningkatkan jasa-jasa Bank. Yang paling penting adalah jasa-jasa bank ini sangat berperan besar dalam memperlancar transaksi simpanan dan pinjaman.
Adapun keuntungan yang diperoleh dari jasa-jasa Bank lainnya ini antara lain diperoleh dari:
1.Biaya administrasi
biaya administrasi dikenakan untuk jasa-jasa yang memerlukan administrasi tertentu. Pembebanan biaya administrasi biasanya dikenakan untuk pengelolaan sesuatu fasilitas tertentu. Seperti biaya administrasi simpanan, biaya administrasi kredit dan administrasi lainnya.
2. Biaya kirim
Biaya kirim diperoleh dari jasa pengiriman uang, baik dalam maupun luar negeri.
3. Biaya Tagih
Biaya tagih merupakan jasa yang dikenakan untuk menagihkan dokumen-dokumen milik nasabah seperti jasa kliring dan jasa inkaso. Biaya tagih ini dilakukan baik untuk tagihan dokumen dalam dan luar negeri.
4. Biaya provisi dan komisi
Biaya provisi dan kimisi biasanya dibebankan kepada kredit dan jasa transfer serta jasa-jasa atas bantuan Bank terhadap suatu fasilitas perbankan. Besarnya jasa provisi dan komisi tergantung dari jasa yang diberikan serta status nasabah yang bersangkutan
5. Biaya sewa
Biaya sewa dikenakan kepada nasabah yang menggunakan jasa safe deposit box. Besarnya biaya sewa tergantung dari ukuran box dan jangka waktu yang digunakan.

6. Biaya iuran
Biaya iuran diperoleh dari jasa pelayanan kartu kredit, di mana kepada setiap pemegang kartu dikenakan biaya iuran. Biasanya pembayaran biaya iuran ini dikenakan pertahun
7. Biaya lainnya.
Besar kecilnya penetapan biaya-biaya di atas terhadap nasabah tergantung dari Bank. Masing-masing Bank dapat menggunakan metode tertentu.
C. Jasa Pengiriman Uang (Transfer).
Transfer merupakan jasa pengiriman uang atau pemindahan uang lewat Bank baik penggiriman uang dalam kota, luar kota atau ke luar negeri. Lama pengiriman dan besarnya biaya kirim sangat tergantung dari sarana yang digunakan. Pemilihan sarana yang akan digunakan dalam jasa transfer ini tergantung kemauan nasabah apakah lewat Telex, Telepon atau On Line Komputer. Sarana yang dipilih akan mempengaruhi kecepatan pengiriman dan besar kecilnya biaya pengiriman.
D. Jasa kliring ( Clearing).
Kliring adalah penagihan warkat Bank yang berasal dari dalam kota melalui Lembaga Kiring. Kliring juga merupakan jasa penyelesaian hutang piutang antar Bank dengan cara saling menyerahkan warkat-warkat yang akan dikliringkan di lembaga kliring. Lembaga kliring dibentuk dan dikoordinir oleh Bank Indonesia setiap hari kerja.
Hasil kliring dilakukan setiap hari, untuk mengetahui apakah bank menang kliring atau sebaliknya. Bank menang kliring artinya jumlah tagihan warkat kliringnya melebihi pembayaran warkat kliringnya, sehingga terdapat saldo kemenangan. Sebaliknya bagi Bank yang kalah kliring justru pembayaran warkat kliring lebih besar dari penerimaan warkat kliringnya. Bagi Bank yang kalah kliring akan menutup sejumlah kekalahan kliring pada hari yang bersanggkutan dan apabila tidak dapat ditutupi, maka Bank yang kalah tersebut dapat memperoleh pinjaman call money yang waktunya relatif singkat.
E. Jasa Inkaso (Collection).
Inkaso adalah warkat-warkat Bank yang berasal dari luar kota atau luar negeri. Lama penagihan dan besarnya biaya tagih yang dibebankan kepada nasabah tergantung Bank yang bersangkutan. Biasanya lama penagihan berkisar antara 1 minggu sampai 4 minggu.
Penyelesaian inkaso ke luar negeri yang merupakan penagihan warkat ke luar negeri dan merupakan proses inkaso ke luar, sedangkan penerimaan warkat dari luar negeri merupakan inkaso masuk dari luar negeri. Jika tidak mempunyai cabang di luar negeri maka inkaso ke luar dapat dilakukan melalui Bank koresponden. Persyaratan untuk inkaso ke luar negeri bank yang bersangkutan haruslah berstatus Bank devisa.

F. Jasa Penyimpanan Dokumen (Safe Deposit Box).
Safe Deposit Box (SDB) merupakan jasa-jasa persewaan kotak untuk menyimpan dokumen atau surat-surat berharga. Jasa ini dikenal juga dengan nama Safe loket. SDB berbentuk kotak dengan ukuran tertentu dan disewakan kepada nasabah yang berkepentingan untuk menyimpan dokumen-dokumen atau benda-benda berharga miliknya. Pembukaan SDB dilakukan dengan 2 buah anak kunci, di mana satu dipegang Bank dan satu dipegang oleh nasabah.
G. Jasa kartu Kredit ( Bank Card).
Bank card merupakan “uang plastik” yang dikeluarkan oleh Bank. Kegunaannya adalah sebagai alat pembayaran di tempat-tempat tertentu seperti supermarket, pasar swalayan, hotel, restoran tempat hiburan dan tempat lainnya. Disamping itu dengan kartu ini juga dapat diuangkan di ATM (Automated Teller Machine). ATM dewasa ini dikenal dengan istilah Anjungan Tunai Mandiri yang biasanya tersebar di berbagai tempat yang strategis seperti di pusat pembelanjaan, hiburan, dan perkantoran.


H. Jasa Valuta Asing ( Bank Notes).
Jasa valuta asing merupakan uang kartal asing yang dikeluarkan dan diterbitkan oleh Bank di luar negeri. Bank Notes dikenal juga dengan istilah “Devisa Tunai” yang mempunyai sifat-sifat seperti uang tunai. Tidak semua Bank notes dapat dijualbelikan, hal ini tergantung daripada perturan devisa di negara asal Bank notes diterbitkan.
I. Jasa Cek Wisata (travelles Cheque).
Cek wisata merupakan cek perjalanan yang biasanya digunakan oleh mereka yang hendak berpergian atau sering dibawa oleh wisatawan. Cek wisata ini diterbitkan dalam nominal tertentu. Penggunaan cek wisata dapat dibelanjakan diberbagai tempat terutama di mana Bank yang mengeluarkan cek wisata tersebut melakukan pengikatan dan perjanjian. Disamping itu cek wisata juga dapat diuangkan diberbagai Bank.
J. Jasa Letter of Credit (L/C).
Letter of Credit (L/C) merupakan salah satu jasa Bank yang diberikan kepada masyarakat untuk memperlancar arus barang (eksport-import) termasuk barang dalam negeri (antar pulau ). Kegunaan letter of Credit untuk menampung dan menyelesaikan kesulitan-kesulitan dari pihak pembeli (importir) maupun penjual (eksportir) dalam transaksi dagangnya.
L/C merupakan suatu pernyataan dari Bank atas permintaan nasabah (biasanya importir) untuk menyediakan dan membayar sejumlah uang tertentu untuk kepentingan pihak ketiga (eksportir).L/C sering disebut dengan kredit bedokumen.
Pembukaan L/C oleh imporir dilakukan nasabah melalui Bank yang disebut Opening Bank/ Issuring Bank sedangkan Bank eksportir merupakan Bank pembayar terhadap barang yang diperdagangkan. Dalam hal ini eksportir berhubungan dengan Bank pembayar yang biasanya disebut Advising Bank. Penyelesaian transaksi antara eksportir dengan importir sangat tergantung dari jenis L/C nya.

K. Jasa Bank Garansi.
Bank garansi yaitu jaminan pembayaran yang diberikan oleh Bank kepada suatu pihak, baik perorangan, perusahaan atau badan/lembaga lainnya dalam bentuk surat jaminan. Pemberian jaminan dengan maksud Bank menjamin akan memenuhi kewajiban-kewajiban dari pihak yang dijaminkan kepada pihak yang menerima jaminan, apabila yang dijamin kemudian hari ternyata tidak memenuhi kewajibannya kepada pihak lain sesuai dengan yang diperjanjikan atau cedera janji.
L. Jasa-Jasa di Pasar Modal.
Di dalam pasar modal pihak perbankan mempunyai peranan yang sangat besar dalam rangka memajukan perkembangan pasar modal. Pebankan mendukung setiap kegiatan yang ada demi kelancaran transaksi pasar modal di bursa efek.
Jasa-jasa Bank yang diberikan dalam rangka mendukung kelancaran transaksi di pasar modal antara lain:
1. Penjamin emisi (Underwriter) yaitu Bank sebagai penjamin terjualnya efek ( saham/obligasi) sampai batas waktu tertentu.
2. Wali amanat (Trustee) yaitu Bank menjadi amanat dalam emisi obligasi
3. Perantara pedagang efek/pialang ( Broker) yaitu Bank perantara jual beli efek
4. Pedagang efek (dealer) yaitu Bank berfungsi sebagai pedagang jual beli efek.
5. Perusahaan pengelola dana ( invesment company ) yaitu Bank sebagai pengelola dana nasabah dibursa efek.